TauhidSifah Konsep Pengesaan Allah dengan Af'al-Nya, Asma-Nya, Sifat, dan Dzat- pula risau atau iri dengan orang yang memilikinya, sebab semuanya telah mampu dikembalikannya kepada Asma'-Nya Allah. Dari uraian di atas dapatlah disimpulkan oleh penulis bahwa ajaran Tasawuf Syaikh 'Abdurrahman Shiddîq tentang Tauhid al-Asma' sebagai Arti dzat Allah. Foto Billion Photos/ShutterstockPada hakikatnya, Allah itu satu ahad, unik, qadim, dan wujud. Allah bukanlah substansi, bukan pula tubuh ataupun oksigen yang terbatas pada ruang. Allah pula yang menjadi tujuan bagi umat Islam untuk memohon pertolongan. Mengutip buku Pengantar Studi Aswaja An-Nahdliyyah susunan Dr. KH. Muchotob Hamzah 2017, Allah memiliki sifat-sifat yang agung seperti Maha Mengetahui, Maha Hidup, Maha Berkuasa, Maha Berkehendak, Maha Mendengar, dan Maha Melihat. Sifat-sifat Allah itu berbeda dari Huzail, seorang teolog Mu’tazilah, menjelaskan bahwa sifat Allah itu selaras dengan dzat dan esensi-Nya. Menurutnya, arti Allah Maha Mengetahui yaitu Allah tahu tanpa perantara pengetahuan dari siapa pun, karena sejatinya pengetahuan itu berasal dari dirinya Allah berbeda dengan dzat manusia yang merujuk pada tubuh dan raganya. Lantas, apa yang dimaksud dzat Allah? Untuk mengetahuinya, simaklah penjelasannya dalam artikel berikut Dzat Allah Menurut Pandangan UlamaIlustrasi berdzikir memuji dzat Allah. Foto Shutter StockJika dzat makhluk mengarah pada tubuh dan raga, dzat Allah tidak demikian. Sejatinya, Allah bukanlah makhluk ataupun benda. Maka, yang dimaksud dzat Allah adalah hakekat ulama terkemuka Indonesia, Syaikh al-Allamah al-Faqih Muhammad Nawawi al-Bantani al-Jawi as-Syafii pernah menuliskan pembahasan tentang dzat Allah ini dalam berbagai karyanya yang beraliran menjelaskan bahwa Allah tidak menyerupai makhluk-Nya. Ini adalah wujud dari sifat “mukhalafatul lil hawadisi” yang artinya Allah berbeda dengan makhluk ciptaan-Nya. Sesungguhnya Dia ada tanpa terbatas pada tempat dan kitab ats-Tsimar al-Yaniah, Syaikh al-Allamah menuliskan "Contohnya, mustahil adanya Allah pada suatu arah dari suatu benda, seperti berada di samping kanan benda tersebut, atau di samping kirinya, atau di atasnya, atau di bawahnya, atau di depannya, dan atau di belakangnya. Demikian pula mustahil Allah berada pada arah, seperti arah kanan, arah kiri, arah atas, arah bawah, arah belakang, atau arah depan. Demikian pula mustahil Allah terliputi oleh tempat, atau menyatu di dalam tempat tersebut, seperti keyakinan adanya Allah bertempat di atas arsy."Kemudian, dalam kitab karya beliau yang lainnya berjudul Nur azh- Zhalam, asy-Syaikh Nawawi al-Jawi menuliskan"Segala sesuatu yang terlintas di dalam benakmu dari segala sifat-sifar benda maka jangan sekali-kali engkau berkeyakinan bahwa Allah bersifat walaupun dalam satu segi dari sifat-sifat tersebut. Allah sama sekali tidak bertempat, maka Dia bukan berada di dalam alam dunia ini, juga buka berada di luarnya."Ilustrasi berdoa kepada Allah. Foto ShutterstockGolongan ahlussunah meyakini bahwa di akhirat nanti umat Muslim bisa melihat dzat Allah SWT. Keyakinan ini merupakan wujud iman kepada Allah, kitab-kitab-Nya, dan umat Muslim akan melihatnya dengan sangat jelas bagaikan melihat matahari yang bersih. Tidak ada sedikit pun awan yang akan hal ini, ahlussunnah berbeda pandangan dengan golongan Mu'tazilah. Sebab, golongan Mu’tazilah tidak setuju bahwa wujud Allah itu dapat menerima prinsip filsafat bahwa apa saja yang menempati ruang atau arah haruslah memiliki waktu. Sedangkan sejatinya Allah tidak terikat pada ruang dan yang dimaksud dengan dzat makhluk?Apa kepercayaan golongan mu'tazilah tentang Allah?Apa arti sifat mukhalafatul lil hawaditsi? SifatNafsiyah, yaitu sifat yang berhubungan dengan Dzat Allah. Sifat nafsiyah ini hanya ada satu, yaitu. Wujud (ada) Wujud artinya bahwa Allah itu ada (wujud). Suatu ketidakmungkinan jika Allah itu a'dam atau tidak ada eksistensinya. Sifat ini wajib ada dan sifatnya abadi. Sesuai dengan firman Allah SWT QS.
Arti Astaghfirullahaladzim. Foto UnsplashSebagai Muslim, mengetahui arti astagfirullahaladzim merupakan pengetahuan yang penting. Kalimat astagfirullahaladzim termasuk kalimat istighfar. Biasanya, orang-orang menyederhanakan jadi istighfar sendiri adalah kalimat yang secara khusus ditujukan untuk meminta maaf atau taubat atas kesalahan dan dosa-dosa yang dilakukan karena melanggar larangan Allah penjelasan selengkapnya mengenai astagfirullahaladzim di bawah Itu Astaghfirullahaladzim?Apa Itu Astaghfirullahaladzim. Foto UnsplashKalimat astagfirullahaladzim dalam bahasa Arab ditulis seperti iniArtinya adalah "aku mohon ampun kepada Allah Yang Maha Agung". Sementara astagfirullah memiliki arti "aku memohon ampun kepada Allah".Muslim dianjurkan untuk senantiasa mengucap kalimat astagfirullahaladzim atau astagfirullah, sebab kalimat istighfar bagian dari doa dan dari buku 8 Kalimat Al-Thayyibah yang ditulis M. Fauzi Rachman, pengucapan kalimat istighfar harus diikuti dengan bertaubat sebagai suatu tindakan nyata. Astagfirullahaladzim tidak hanya dilisankan, meskipun dengan mengucap sudah mendatangkan pahala. Namun, harus diiring dengan tindakan penyesalan dan memperbaiki hubungan dengan Allah Membaca IstigfarKeutamaan Membaca Istigfar. Foto PexelsBerikut beberapa keutamaan membaca astagfirullahaladzim atau kalimat istighfar Rezeki DilancarkanBeristighfar dapat memberikan jalan dan mendatangkan rezeki. Hal tersebut sebagaimana yang dijelaskan dalam sebuah "Barangsiapa memperbanyak istighfar, niscaya Allah memberikan jalan keluar bagi setiap kesedihannya, kelapangan untuk setiap kesempitannya, dan rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka." HR. Ahmad dan Al-hakim2. Dihapuskan DosanyaKalimat istighfar dapat menghapuskan dosa seperti dijelaskan dalam hadist berikutArtinya "Wahai hambaku, sesungguhnya kalian berbuat dosa di waktu siang dan malam. Dan aku mengampuni dosa-dosa itu semuanya. Maka beristighfarlah kepadaku, pasti aku mengampuni kalian." HR. Muslim3. Terlindung dari AzabKeutamaan yang terakhir adalah dapat melindungi hamba dari azab Allah Swt. Hal tersebut sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah "Tetapi Allah tidak akan menghukum mereka, selama engkau Muhammad berada di antara mereka. Dan tidaklah pula Allah akan menghukum mereka, sedang mereka masih memohon ampunan." Al-Anfal 33Kalimat Istighfar selain AstaghfirullahaladzimKalimat Istighfar Selain Astaghfirullahaladzim. Foto PexelsSelain astaghfirullahaladzim, terdapat beberapa kalimat istighfar lainnya yang bisa kamu Bacaan Istigfar Setelah Salat"Astaghfirullah hal'adzim, aladzi laailaha illahuwal khayyul qoyyuumu wa atuubu ilaiih."Artinya "Aku mohon ampun kepada Allah yang Maha Agung, yang tiada Tuhan selain Dia Yang Maha Hidup lagi Maha Berdiri Sendiri, dan aku bertaubat kepada-Nya."2. Bacaan Istighfar Penghapus Dosa Besar"Astaghfirullah, alladzi la ilaha illa huwal hayyul qayyumu wa atuubu ilaih."Artinya "Aku memohon ampun kepada Allah, Dzat yang tidak ada sesembahan kecuali Dia. Yang Maha hidup lagi Maha Berdiri Sendiri. Dan aku bertaubat kepada-Nya."3. Bacaan Istighfar Nabi Muhammad Saw Sebelum Wafat"Subhanallahi wabihamdih, astaghfirullaha wa atuubu ilaih."Artinya "Maha Suci Allah dan segala puji bagi-Nya. Aku memohon ampun kepada Allah dan bertaubat kepada-Nya."4. Bacaan Sayyidul Istighfar"Allahumma anta Rabbi, La Ilaha illa anta, Khalaqtani wa ana abduka, wa ana ala ahdika wa wa’dika, mas tatha’tu, audzu bika min syarri ma shana’tu, abu’u laka bi ni’matika wa abu’u laka bi dzanbi, faghfir li, fainnahu la yaghfirudz dzunuba illa anta."Artinya "Ya Allah, Engkaulah pemeliharaku. Tiada sesembahan kecuali Engkau. Engkau ciptakan aku dan aku adalah hamba-Mu. Dan aku berada pada kesepakatan dan perjanjian denganMu, semampuku. Aku berlindung kepada Engkau dari keburukan yang aku perbuat. Aku bertaubat kepada-Mu dengan karunia-Mu dan aku bertaubat kepada-Mu dengan dosaku. Maka, ampunilah aku karena tiada yang mampu mengampuni dosa kecuali Engkau."Nah, demikianlah penjelasan mengenai kalimat astaghfirullahaladzim. Semoga informasi di atas bermanfaat, ya!Apa keutamaan membaca astaghfirullahaladzim?Apa itu kalimat istighfar?Apa bacaan istighfar setelah solat?
Selamaini umat Islam yang belajar sering berdiskusi tentang pengertian iman kepada Allah beserta dalilnya. Maka, Artikel ini akan menjelaskan mengenai pembahasan
Ilustrasi sifat salbiyah Allah. Foto Freepik. Sifat salbiyah adalah salah satu sifat wajib yang dimiliki Allah sebagai Tuhan Pencipta alam. Sifat ini wajib diimani oleh setiap umat berasal dari kata salab yang artinya negatif atau menolak. Maksudnya, sifat ini tidak mungkin dimiliki oleh selain Allah dan tidak bisa disamakan oleh sesuatu. Hanya Allah saja sebagai Dzat Maha Kuasa yang memiliki sifat ini. Sehingga, tidak mungkin sifat salabiyah dimilki oleh makhluk buku Ilmu Tauhid terbitan Duta Media Publishing, sifat salbiyah Allah terbagi menjadi lima, yaitu qidam, baqa, mukhalaafatuhu lil hawadisi, qiyamuhu binafisihi, dan wahdaniyah. Berikut penjelasan masing-masing sifat Sifat Salbiyah AllahIlustrasi sifat salbiyah Allah. Foto Freepik. Qidam artinya dahulu, sebagai Pencipta segala sesuatu, Allah wajib ada terlebih dahulu sebelum makhluk-Nya. Manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang memiliki tidak bisa mengetahui kapan alam semesta ini diciptakan, namun manusia dapat mengimani bahwa Allah telah ada sebelum alam ini ada. Hanya saja, adanya Allah tidak ada ada permulaannya pasti akan ada akhir, yang artinya Allah adalah hal baru yang sama dengan makhluk. Hal ini sangat mustahil bagi Allah sebagai pencipta segala isi alam dari buku Aqidah Akhlaq karya Taofik Yusmansyah, dalil yang menerangkan sifat qidam adalah surat Al Hadid ayat 3هُوَ الْاَوَّلُ وَالْاٰخِرُ وَالظَّاهِرُ وَالْبَاطِنُۚ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌArtinya Dialah Yang Awal, Yang Akhir, Yang Zahir dan Yang Batin; dan Dia Maha Mengetahui segala buku Al Juwani Peletak Dasar Teologi terbitan Erlangga, secara bahasa, baqa berarti Kekal. Artinya, Allah sebagai Dzat yang menciptakan alam beserta isinya ini tetap ada, kekal, dan tidak berubah. Seperti dijelaskan dalam Alquran surat Al Qasas ayat 88, yang berbunyiوَلَا تَدْعُ مَعَ اللّٰهِ اِلٰهًا اٰخَرَۘ لَآ اِلٰهَ اِلَّا هُوَۗ كُلُّ شَيْءٍ هَالِكٌ اِلَّا وَجْهَهٗ ۗ لَهُ الْحُكْمُ وَاِلَيْهِ تُرْجَعُوْنَ ࣖArtinya Dan jangan pula engkau sembah tuhan yang lain selain Allah. Tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Dia. Segala sesuatu pasti binasa, kecuali Allah. Segala keputusan menjadi wewenang-Nya, dan hanya kepada-Nya kamu mustahil sifat salbiyah baqa dimiliki oleh makhluk. Sebab, semua makhluk mengalami perubahan dan berproses menuju titik akhir, yaitu Mukhalaafatuhu lil hawadisiIlustrasi sifat salbiyah Allah. Foto Freepik. Sifat Allah mukhalaafatuhu lil hawadisi memiliki arti Allah berbeda dengan makhluk-Nya baik sifat maupun Zat-Nya. Sebagai contoh sederhana, sebuah robot yang dibuat bisa menirukan gerakan manusia. Namun, robot ini tidak akan sama dengan manusia yang karenanya, tidak ada manusia yang bisa menyamakan hasil ciptaan Allah. Hal ini ditegaskan dalam surat Al Ikhlas ayat 4وَلَمۡ يَكُنۡ لَّهٗ كُفُوًا اَحَدٌArtinya Dan tidak ada sesuatu yang setara dengan binafisihi artinya bisa berdiri sendiri. Maksudnya, Allah tidak membutuhkan bantuan apapun, dari siapapun, dan tidak bergantung pada apapun. Justru semua makhluk ciptaan-Nyalah yang bergantung kepada-Nya. Mengutip buku Syekh Siti Jenar Makrifat dan Makna Kehidupan karya Achmad Chodijim, sifat ini ditegaskan dalam surat Al Ankabut ayat 6وَمَنْ جَاهَدَ فَاِنَّمَا يُجَاهِدُ لِنَفْسِهٖ ۗاِنَّ اللّٰهَ لَغَنِيٌّ عَنِ الْعٰلَمِيْنَArtinya Dan barangsiapa berjihad, maka sesungguhnya jihadnya itu untuk dirinya sendiri. Sungguh, Allah Mahakaya tidak memerlukan sesuatu dari seluruh artinya Yang Maha Esa. Maksudnya, Allah adalah satu, baik sifat, Zat, maupun perbuatan-Nya. Seperti ditegaskan dalam surat Al Anbiya ayat 22, yang berbunyiلَوْ كَانَ فِيْهِمَآ اٰلِهَةٌ اِلَّا اللّٰهُ لَفَسَدَتَاۚ فَسُبْحٰنَ اللّٰهِ رَبِّ الْعَرْشِ عَمَّا يَصِفُوْنَArtinya Seandainya pada keduanya di langit dan di bumi ada tuhan-tuhan selain Allah, tentu keduanya telah binasa. Mahasuci Allah yang memiliki Arsy, dari apa yang mereka sifatkan.
PengertianMukjizat, Karomah, Maunah, Irhas, Contoh & Dalilnya - Istilah mukjizat mungkin bagi kita bukan hal yang asing, mukjizat adalah kejadian luar biasa yang mendapatkan sesuatu yang luar biasa dari Allah SWT. Namun kita tidak boleh keliru untuk membedakan mana yang dinamakan mukjizat, karomah, maunah, dan irhas.
JAKARTA - Tentang hal ini dapat kita simak dialog antara Nabi Musa As dengan Fir’aun, Allah SWT berfirman “Fir’aun berkata Siapa Tuhan semesta alam itu? Musa menjawab Yaitu Tuhan Pencipta langit dan bumi dan apa-apa di antara keduanya itulah Tuhanmu, jika kamu sekalian orang-orang yang mempercayai-Nya. Berkata Fir’aun kepada orang-orang sekelilingnya Apakah kamu tidak mendengarkan? Musa berkata pula Tuhan kamu dan Tuhan nenek-moyang kamu yang dahulu. Fir’aun berkata Sesungguhnya rasul yang diutus kepada kamu sekalian benar-benar orang gila. Musa berkata Tuhan yang menguasai timur dan barat dan apa yang ada di antara keduanya itulah Tuhanmu jika kamu menggunakan akal” QS. Asy-Syu’araa, 2623-28 Di dalam Al-Qur’an kita akan melihat bahwa wujud Allah yang diyakinkan kepada kita yang pertama melalui fitrah iman dan makhluk ciptaan-Nya “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih berganti malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati keringnya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi, sesungguhnya itu adalah tanda-tanda keesaan dan kebesaran Allah bagi kaum yang memikirkan” QS. Al Baqarah, 2164. Demikian pula, Allah SWT menegaskan dalam firman-Nya “Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatu pun ataukah mereka yang menciptakan diri mereka sendiri?. Ataukah mereka telah menciptakan langit dan bumi itu? Sebenarnya mereka tidak meyakini apa yang mereka katakan” QS. Ath Thuur, 5235-36. Lebih jelas lagi Allah SWT menjelaskan melalui dialog antara Nabi Musa As dengan Fir’aun. Allah SWT berfirman ”Berkata Fir’aun Maka siapakah Tuhanmu berdua, wahai Musa. Musa berkata Tuhan kami ialah Tuhan yang telah memberikan kepada tiap-tiap sesuatu bentuk kejadiannya, kemudian Dia memberinya petunjuk” QS. Thaahaa, 2049-50. Inilah beberapa ayat dimana Allah SWT menuntut akal manusia untuk memikirkan penciptaan langit dan bumi dengan segala isinya yang sebenarnya bila akal setiap manusia mau berfikir, maka tidak akan ada yang bisa dilakukan oleh manusia kecuali harus menyatakan bahwa Allah adalah pencipta segalanya. Salah satu ayat yang layak kita renungkan dalam kehidupan ini untuk lebih mengenal wujud Allah di antaranya dalam firman-Nya “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang yang berakal. Yaitu orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi seraya berkata Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Mahasuci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka” QS. Al Imran, 3 190-191. Kembali perlu digarisbawahi bahwa secara fitrah, setiap manusia meyakini keberadaan wujud Allah, dan di samping itu melalui firman-firman-Nya Allah mengajak manusia untuk berfikir tentang penciptaan-Nya. Allah yang kita yakini adalah Dia yang Esa yang tidak ada sekutu bagi-Nya. Esa dari segi Dzat, Sifat, dan juga dari segi aturan dan hukum. Esa dari segi Dzat di antaranya dijelaskan dalam firman-Nya “Katakanlah Dia-lah Allah, Yang Mahaesa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tidak beranak dan tiada pula diperanakkan, dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia” QS. Al Ikhlash, 1121-4. Kemudian dalam firman-Nya pula Allah SWT menegaskan “Dan Tuhanmu adalah Tuhan yang Mahaesa, tidak ada Tuhan yang berhak disembah melainkan Dia, Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang” QS. Al Baqarah, 2163. Lebih rinci lagi Allah SWT menunjukkan bukti-bukti kesalahan kepercayaan orang-orang musyrik, sebagaimana firman-Nya “Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu telah rusak binasa. Maka, Mahasuci Allah yang mempunyai ’Arsy daripada apa yang mereka sifatkan” QS. Al Anbiyaa, 2122. Demikian pula Allah SWT menegaskan “Allah tiada mempunyai anak, dan tiada tuhan bersama-Nya, kalau sekiranya demikian niscaya tiap-tiap tuhan membawa makhluk yang diciptakannya dan sebagian dari tuhan-tuhan itu akan mengalahkan sebahagian yang lain. Mahasuci Allah dari yang mereka sifatkan itu” QS. Al Mu’minuun, 2391. Jadi, kita sangat meyakini bahwa yang mengendalikan alam ini hanya Dia, Dia Esa tidak ada yang mendampingi dalam mengendalikan alam semesta alam ini. Sebab kalau ada yang mendampingi maka alam semesta ini akan hancur, yang satu menghendaki bumi berputar, yang satu lagi menghendaki bumi tidak berputar, dan lain sebagainya. Dia juga Esa dalam Rubbubiyyah, sifatnya sebagai Rabb dalam hamdallah, sebagai pencipta, pemelihara, dan pendidik. Dia juga Esa dalam segi Uluhiyah, berarti Esa untuk diibadahi, artinya tidak dimungkinkan kita untuk beribadah kepada selain Allah, karena Dia-lah yang menentukan kehidupan kita iyyaaka na’budu wa iyyaka nasta’iin. BACA JUGA Update Berita-Berita Politik Perspektif Klik di Sini
MARIFAH DAN RUKUN SYAHADAH Apabila kita memperihalkan persoalan rukun, maka jelas terbayang pada benak kita dan tersimpul fahaman dan hati kita tentang
Sifat Wajib Bagi Allah Pengertian, Arti dan Dalilnya – Pada Kesempatan kali ini akan menuliskan mengenai Pengertian Sifat Wajib bagi Allah. Sebagai Muslim yang Mukmin tentunya wajib memahami Pengertian Sifat tersebut sebagai aqidah. Para Ulama telah menjelaskan, Pengertian sifat wajib bagi Allah terincikan dengan dalilnya. Maka pada lembaran ini kami kami akan terangkan untuk antum pelajari. Untuk lebih lebih jelasnya mengenai sifat-sifat wajib bagi Allah yang disertai dalilnya Allah, maka baca saja sampai selesai penjelasannya di bawah ini; 1. Wujud Ada Sifat Wajib bagi Allah yang pertama adalah wujud ada. Allah SWT itu dzat yang pasti adanya. Kita wajib meyaqini adanya Allah. Adapun dalilnya Sebagaimana dalam As-Sajdah 4 اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ مَا لَكُم مِّن دُونِهِ مِن وَلِيٍّ وَلَا شَفِيعٍ أَفَلَا تَتَذَكَّرُونَ Artinya “Allah-lah yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas Arsy. Tidak ada bagi kamu selain daripada-Nya seorang penolongpun dan tidak pula seorang pemberi syafa’at 1190. Maka apakah kamu tidak memperhatikan?” QS. As-Sajdah 4. Pengertian Wujud Allah itu ada dibuktikan dengan berbagai ciptaan-Nya. Contoh; Tidak mungkin ada langit dan bumi jika tidak ada yang menciptakanny. Tidak ada yang isa menciptakan langit dan bumi kecuali hanya Allah. Dan demikia itu adalah salah satu bukti adanya Allah. Oleh karenanya sangat tidak patut bagi manusia yang lemah ini menuhankan kepada yang selain Allah. Kita wajib menyembahNya. Allah berfirman; إِنَّنِي أَنَا اللَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدْنِي وَأَقِمِ الصَّلَاةَ لِذِكْرِي Artinya “Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku.” QS. Thaha 14 2. Qidam Terdahulu Wajib bagi Allah adalah “Qidam” artinya terdahulu. Wajib bagi kita mengi’tiqadkan dan meyaqini bahwa hanya Allah yang paling awal. Adapun dalilnya Sebagaimana dalam QS. Al-Hadid ayat 3 هُوَ الْأَوَّلُ وَالْآخِرُ وَالظَّاهِرُ وَالْبَاطِنُ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ Artinya “Dialah Yang Awal dan Yang Akhir, Yang Zhahir dan Yang Bathin, dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.” QS. Al-Hadid 3 Pengertiannya adalah; Allah adalah sang Pencipta yang menciptakan alam semesta dan segala isinya. Sebagai pencipta, tentunya Allah SWT telah ada lebih dahulu dari apapun yang diciptakannya. Tidak ada pendahulu atau yang lebih dulu dari Allah Ta’ala. 3. Baqa’ Kekal Allah SWT itu Maha kekal. Tidak akan pernah fana, binasa atau berahkir. Tiada akhir bagi Allah SWT. Dia akan tetap ada selamanya. Pengertian Baqa’ Baqa’ itu artinya kekal dan maha kekal sangat tidak mungkin akan binasa. Adapun dalilnya adalah Sebagaimana dalam Ar-rahman 26-27 Allah berfirman; كُلُّ مَنْ عَلَيْهَا فَانٍ Artinya “Semua yang ada di bumi itu akan binasa.” QS. Ar-rahman ayat 26 وَيَبْقَىٰ وَجْهُ رَبِّكَ ذُو الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ Artinya “Dan tetap kekal Dzat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan.” QS. Ar-Rahman ayat 27 4. Mukholafatul Lilhawaditsi Berbeda dengan makhluk ciptaanNya Allah SWT sudah pasti berbeda dengan makhluk ciptaan-Nya. Pengertiannya; Dialah zat yang Maha Sempurna dan Maha Besar, Maha Agung. Tidak ada sesuatupun yang dapat menandingi-Nya, tak satu pun yang menyerupai keagungan-Nya. Adapun dalilnya ial;ah; Sebagaimana Firman-Nya dalam Al-Ikhlas ayat 4 وَلَمْ يَكُن لَّهُۥ كُفُوًا أَحَدٌۢ Artinya “Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.” QS. Al-Ikhlas 4 5. Qiyamuhu Binafsihi Berdiri sendiri Allah SWT itu berdiri sendiri. Pengertiannya; Allah tidak bergantung kepada apapun, kepada siapa pun dan tidak membutuhkan bantuan siapapun. Dalilnya adalah; وَمَنْ جَاهَدَ فَإِنَّمَا يُجَاهِدُ لِنَفْسِهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ لَغَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ Dan barangsiapa yang berjihad, maka sesungguhnya jihadnya itu adalah untuk dirinya sendiri. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kaya tidak memerlukan sesuatu dari alam semesta.” QS. Al-Ankabut 6 وَقُلِ الْحَمْدُ لِلّهِ الَّذِي لَمْ يَتَّخِذْ وَلَداً وَلَم يَكُن لَّهُ شَرِيكٌ فِي الْمُلْكِ وَلَمْ يَكُن لَّهُ وَلِيٌّ مِّنَ الذُّلَّ وَكَبِّرْهُ تَكْبِيراً “Dan katakanlah segala puji bagi Allah Yang tidak mempunyai anak dan tidak mempunyai sekutu dalam kerajaan-Nya dan Dia bukan pula hina yang memerlukan penolong dan agungkanlah Dia dengan pengagungan yang sebesar-besarnya.” QS. Al-Isra 111 6. Wahdaniyah Esa/Tunggal Allah itu Maha Esa, Dia Maha Tunggal. Artinya tidak ada sekutu bagi-Nya. Dialah satu-satunya Tuhan pencipta alam semesta. Adapun Bukti keesaan Allah SWT terletak dalam kalimat syahadat “Laa ilaha Illallah” yang artinya “Tiada Tuhan selain Allah”. قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ “Katakanlah Dialah Allah, Yang Maha Esa.” QS. Al-Ikhlas 1 7. Qudrat Berkuasa Allah Ta’ala adalah Maha kuasa atas segala sesuatu. Taka da satupu yang bisa menandingi kekuasaan Allah. Adapun dalilnya adalah firman-Nya; إِنَّ اللَّه عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ “Sesungguhnya Allah Maha Berkuasa atas segala sesuatu.” QS. Al-Baqarah 20 8. Iradat Berkehendak Iradat sifat wajib bagi Allah SWT. Pengertiannya; Allah itu Maha menentukan segala sesuatu. Ketika Allah SWT berkehendak maka jadilah hal itu, maka tidak seorang pun yang mampu menghalangi atau mencegah-Nya. Dalilnya adalh firman-Nya; خَالِدِينَ فِيهَا مَا دَامَتِ السَّمَاوَاتُ وَالأَرْضُ إِلاَّ مَا شَاء رَبُّكَ إِنَّ رَبَّكَ فَعَّالٌ لِّمَا يُرِيدُ “Mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali jika Tuhanmu menghendaki yang lain. Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pelaksana terhadap apa yang Dia kehendaki.” QS. Hud 107 إِنَّمَا أَمْرُهُ إِذَا أَرَادَ شَيْئاً أَنْ يَقُولَ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ “Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya “Jadilah!” maka terjadilah ia.”QS. Yasiin 82 9. Ilmun Mengetahui Maksudnya; Allah Maha mengetahui atas segala sesuatu. Baik yang dzahir maupun yang tersembunyi. Dalilnya ialah Firman Allah; وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنسَانَ وَنَعْلَمُ مَا تُوَسْوِسُ بِهِ نَفْسُهُ وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيدِ “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.” QS. Qaf 16 10. Hayat Hidup Allah SWT Maha Hidup. Artinya; Allah Tidak akan pernah mati, tidak akan binasa, maupun punah. Dia kekal selama-lamanya. Dalilnya ialah Firman-Nya; اللّهُ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ لاَ تَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَلاَ نَوْمٌ لَّهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأَرْضِ مَن ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلاَّ بِإِذْنِهِ يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ وَلاَ يُحِيطُونَ بِشَيْءٍ مِّنْ عِلْمِهِ إِلاَّ بِمَا شَاء وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضَ وَلاَ يَؤُودُهُ حِفْظُهُمَا وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيمُ “Allah, tidak ada Tuhan yang berhak disembah melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus makhluk-Nya. Tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Tiada yang dapat memberi syafa’at di sisi Allah tanpa izin-Nya. Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka. Dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya. Dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.” QS. Al-Baqarah 255 11. Sama’ Mendengar Allah Maha mendengar, baik yang diucapkan ataupun yang hanya ungkapan di dalam hati. Allah Mengetahui. Pendengaran Allah Ta’ala meliputi segala sesuatu. Adapun dalilnya ialah; Sebagaimana firmanNya dalam Al-Quran فَاطِرُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ جَعَلَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجاً وَمِنَ الْأَنْعَامِ أَزْوَاجاً يَذْرَؤُكُمْ فِيهِ لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ البَصِيرُ “Dia Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu sendiri pasangan-pasangan dan dari jenis binatang ternak pasangan-pasangan pula, dijadikan-Nya kamu berkembang biak dengan jalan itu. Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”Asy-syuro 11 وَاللّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ “Dan Allah-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” QS. Al-Maidah 76 12. Bashar Melihat Allah Maha melihat segala sesuatu. Arinya; Pengelihatan Allah itu tidak terbatas, Dia maha mengetahui apa yang terjadi di dunia ini. Walaupun hanya sehelai daun yang jatuh. Dalilnya Firman Allah; إِنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ غَيْبَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۚ وَاللَّهُ بَصِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ “Dan Allah Maha Melihat atas apa yang kamu kerjakan.” QS. Al-Hujarat 18 13. Kalam Berfirman Allah itu berfirman. Artinya; Dia berbicara yakni berkata-kata secara sempurna tanpa bantuan dari apapun. Terbukti dari adanya firman-Nya dalam kitab-kitab yang diturunkan kepada para nabi. Salah satu Nabi yang pernah berbicara langsung dengan Allah Ta’ala adalah Nabi Musa alaihissalam. Dalilnya adalah yang telah dijelaskan dalam Al-Quran وَلَمَّا جَاء مُوسَى لِمِيقَاتِنَا وَكَلَّمَهُ رَبُّهُ “Dan tatkala Musa datang untuk munajat dengan Kami pada waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman langsung kepadanya.” QS. Al-A’raf 143 14. Qadiran Berkuasa Allah itu Maha kuasa atas segala sesuatu. Dalilnya; Sebagaimana diterangkan dalam Al-Qur’an يَكَادُ الْبَرْقُ يَخْطَفُ أَبْصَارَهُمْ كُلَّمَا أَضَاء لَهُم مَّشَوْاْ فِيهِ وَإِذَا أَظْلَمَ عَلَيْهِمْ قَامُواْ وَلَوْ شَاء اللّهُ لَذَهَبَ بِسَمْعِهِمْ وَأَبْصَارِهِمْ إِنَّ اللَّه عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ “Hampir kilat itu menyambar penglihatan mereka. Setiap kali sinaran itu menyinari mereka, mereka berjalan di bawah sinar itu, dan bila gelap menimpa mereka, mereka berhenti. Jikalau Allah menghendaki, niscaya Dia melenyapkan pendengaran dan penglihatan mereka. Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu.” QS. Al-Baqarah 20 15. Muridan Berkehendak Allah Maha berkehendak. Artinya; Ia maha Berkehendak atas segala sesuatu. Bila Allah sudah menakdirkan suatu perkara maka tidak ada yang bisa menolak kehendak-Nya. Dalilnya; Dalam Al-Qur’an dijelaskan خَالِدِينَ فِيهَا مَا دَامَتِ السَّمَاوَاتُ وَالأَرْضُ إِلاَّ مَا شَاء رَبُّكَ إِنَّ رَبَّكَ فَعَّالٌ لِّمَا يُرِيدُ “Mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali jika Tuhanmu menghendaki yang lain. Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pelaksana terhadap apa yang Dia kehendaki.” 107 16. Aliman Mengetahui Allah Maha mengetahui segala sesuatu, baik yang ditampakkan maupun yang disembunyikan. Tidak ada yang bisa menandingi pengetahuan Allah yang Maha Esa. Dalilnya adalah dalil Alimun yaitu; وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنسَانَ وَنَعْلَمُ مَا تُوَسْوِسُ بِهِ نَفْسُهُ وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيدِ “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.” QS. Qaf 16 Dan Firman-Nya; إِنَّ اللَّهَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ Artinya; Bahwa Sesungguhnya Allah itu Maha mengetahui segala sesuatu. 17. Hayyan Hidup Allah itu Maha hidup. Tidak mungkin bagi Allah Ta’ala untuk binasa. Dia selalu mengawasi hamba-hamba-Nya tidak pernah lengah tidur ataupun tidur. Dalilnya; وَتَوَكَّلْ عَلَى الْحَيِّ الَّذِي لَا يَمُوتُ وَسَبِّحْ بِحَمْدِهِ وَكَفَى بِهِ بِذُنُوبِ عِبَادِهِ خَبِيراً “Dan bertawakkallah kepada Allah Yang Hidup, yang tidak mati, dan bertasbihlah dengan memuji-Nya. Dan cukuplah Dia Maha Mengetahui dosa hamba-hamba-Nya.” QS. Al-Furqon 58 18. Sami’an Mendengar Allah Maha Pendengar. Tidak ada yang terlewatkan bagi Allah SWT. Dan tidak ada pula yang melampaui pendengaran-Nya. Dalilnya dalil sma’ yaitu; وَاللّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ “Dan Allah-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” QS. Al-Maidah 76 19. Bashiran Melihat Allah Maha Melihat. Pengelihatan Allah meliputi segala hal, baik yang diterlihat ataupun yang disembunyikan. Dalilnya dalah dalil Bashar iaitu; إِنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ غَيْبَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۚ وَاللَّهُ بَصِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ “Dan Allah Maha Melihat atas apa yang kamu kerjakan.” QS. Al-Hujarat 18 20. Mutakalliman Berfirman atau Berkata-kata Mutakallimin berarti Allah berfirman, sama halnya dengan kalam. Firman Allah SWT terwujud dalam kitab-kitab suci yang diturunkan-Nya lewat para nabi. Firman Allah SWT begitu sempurna dan tidak ada yang menandingi. Dalilnya ialah dalil Kalam iatu; وَلَمَّا جَاء مُوسَى لِمِيقَاتِنَا وَكَلَّمَهُ رَبُّهُ “Dan tatkala Musa datang untuk munajat dengan Kami pada waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman langsung kepadanya.” QS. Al-A’raf 143 Setelah mengetahui, memahami, mengimani, mengi’tiqadkan dan meyaqini 20 sifat wajib bagi Allah, maka antum wajib juga mengetahui lawan kata sifata wajib, yakni sifat Mustahil bagi Allah. Antum sebaiknya baca sampai selesai pada link in⇒ Sifat Mustahil Allah Pengertian, Arti dan Keterangannya Demikianlah penjelasan materi tentang; Sifat Wajib Bagi Allah Pengertian, Arti dan Dalilnya – Semoga dapat bermanfaat dan menambah wawasan antum. Terimakasih atas kunjungannya. Wallahul-muwaffiq. sumber; dutadakwah
SabdaRasulullah saw.: "Demi dzat yang diriku ada di tangan-Nya hendaknya kamu menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar, atau Allah akan menimpakan siksa kepadamu kemudian kamu berdo'a kepada-Nya lalu tidak dikabulkan." (HR. Tirmidzi). Dari Zainab binti Jahsy, ia bertanya: Wahai Rasulullah, apakah kita akan binasa padahal di tengah-tengah kita ada orang-orang yang shalih? PERTANYAAN Apa Pengertian Dzat’ Allah Swt? Assalamualaikum Wr. Wb. Ustadz, ini penting. Dia-lah Allah dzat yang maha tinggi. Terus Kalimat dzat itu artinya apa? [Arto]. JAWABAN dari pertanyaan Pengertian Dzat’ Allah Swt Wa’alikumussalam Wr. Wb. Allah adalah dzat bukan sifat, karena Allah tersifati oleh sifat-sifat wujud, qidam, baqo… dll. Sesuatu yang disifati oleh sifat adalah dzat. Sifat adalah sesuatu yang menempel berada pada dzat yang disifatinya, sifat tak mungkin ada kecuali pada dzat, sifat tak bisa berdiri sendiri. Contoh pada kata “baju putih” putih adalah sifat yang berada pada dzat yang disifatinya baju, tak mungkin ada putih tapi berpisah dari bajunya. Karena dengan mengetahui sifat kita bisa mengetahui dzat yang disifatinya maka para ulama tauhid mewajibkan kita untuk mengetahui sifat-sifat yang wajib aqliy bagi Allah. Warning…! ﺗﻔﻜﺮﻭﺍ ﻓﻲ ﺍﻟﺨﻠﻖ ﻭﻻ ﺗﻔﻜﺮﻭﺍ ﻓﻲ ﺍﻟﻠﻪ Hadist itu sebagai larangan untuk berfikir/menggambarkan tentang bagaimana haqiqat dzat Allah. Misalnya; Apakah Allah itu pendek? Tinggi? Laki laki? Kurus? Atau bagaimana? Karena sesuatu yang terlintas dalam fikiran kita adalah baru. Sedangkan Allah terbebas dibersihkan dari tanda-tanda yang baru. ليس كمثله شيء Allah tidak menyerupai sesuatu apapun. Referensi حاشية البجيرمي على الخطيب = تحفة الحبيب على شرح الخطيب ج١ ص٢٣ وَاَللَّهُ عَلَمٌ عَلَى الذَّاتِ الْوَاجِبِ الْوُجُودِ الْمُسْتَحِقِّ لِجَمِيعِ الْمَحَامِدِ لَمْ يَتَسَمَّ بِهِ سِوَاهُ تَسَمَّى بِهِ قَبْلَ أَنْ يُسَمَّى وَأَنْزَلَهُ عَلَى آدَمَ فِي جُمْلَةِ الْأَسْمَاءِ. قَالَ تَعَالَى {هَلْ تَعْلَمُ لَهُ سَمِيًّا} [مريم 65] أَيْ هَلْ تَعْلَمُ أَحَدًا سُمِّيَ اللَّهَ غَيْرَ اللَّهِ قَوْلُهُ عَلَى الذَّاتِ أَيْ عَلَى الْفَرْدِ الْخَالِقِ لِلْعَالَمِ بِقَطْعِ النَّظَرِ عَنْ الصِّفَاتِ، وَإِلَّا لَمَا أَفَادَ التَّوْحِيدُ لِأَنَّ الصِّفَاتِ كُلِّيَّةٌ وَهَذَا فِي أَصْلِ الْوَضْعِ، ثُمَّ صَارَ دَالًّا فِي الِاسْتِعْمَالِ عَلَى الصِّفَاتِ نَظَرًا لِلْوُجُودِ لَا بِالْوَضْعِ وَتَاؤُهَا لَيْسَتْ لِلتَّأْنِيثِ بَلْ لِلْوَحْدَةِ، وَلِهَذَا وُصِفَتْ بِالْوَاجِبِ الْوُجُودِ عَلَى لَفْظِ الْمُذَكَّرِ. فَإِنْ قُلْت ذَاتُ اللَّهِ لَا تُدْرَكُ بِالْعَقْلِ فَكَيْفَ وُضِعَ لَهَا الْعَلَمُ؟ قُلْت يَكْفِي إدْرَاكُهَا بِتَعَقُّلِ صِفَاتِهَا، هَذَا إنْ قُلْنَا إنَّ الْوَاضِعَ غَيْرُ اللَّهِ وَهُوَ مَرْجُوحٌ، أَمَّا إنْ قُلْنَا الْوَاضِعُ هُوَ تَعَالَى وَهُوَ الرَّاجِحُ فَلَا إشْكَالَ. قَوْلُهُ الْوَاجِبِ الْوُجُودِ بَيَانٌ لِلْمَوْضُوعِ لَهُ لَا دَاخِلٌ فِيهِ، وَإِلَّا كَانَ مَدْلُولُهُ ذَاتًا وَصِفَةً فَيَكُونُ كُلِّيًّا، وَإِنَّمَا حُكِمَ بِأَنَّهُ أَيْ اللَّهَ عَلَمٌ لِأَنَّهُ يُوصَفُ وَلَا يُوصَفُ بِهِ، وَلِأَنَّهُ لَا بُدَّ لَهُ تَعَالَى مِنْ اسْمٍ تَجْرِي عَلَيْهِ صِفَاتُهُ وَلَا يَصْلُحُ لِذَلِكَ مِمَّا يُطْلَقُ عَلَيْهِ سِوَاهُ أَيْ اللَّهِ، وَلِأَنَّهُ لَوْ كَانَ وَصْفًا لَمْ يَكُنْ قَوْلُ لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ تَوْحِيدًا، وَنُقِلَ كَوْنُهُ مُرْتَجَلًا أَيْ لَا اشْتِقَاقَ لَهُ عَنْ إمَامِنَا الشَّافِعِيِّ – رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ – وَإِمَامِ الْحَرَمَيْنِ وَتِلْمِيذِهِ الْغَزَالِيِّ وَالْخَطَّابِيِّ وَالْخَلِيلِ وَابْنِ كَيْسَانَ وَغَيْرِهِمْ. قَالَ بَعْضُهُمْ وَهُوَ الصَّوَابُ. قَالَ بَعْضُ الْمُحَقِّقِينَ وَمَا يُقَالُ مِنْ الْخِلَافِ فِي أَنَّهُ مُشْتَقٌّ أَوْ غَيْرُ مُشْتَقٍّ إنَّمَا هُوَ فِي لَفْظِ إلَهٍ لَا لَفْظِ اللَّهِ اهـ. Wallohu a’lam semoga bermanfaat. [Kopi Pait, Abdul Karim Al Madanie] Sumber tulisan ada disini. Silahkan baca juga artikel terkait. Pos terkaitHadits Tentang Nabi Ibrahim AS dan Malakul MautPenjelasan Penutupan Catatan Amal Di Malam Nisyfu Sya’banKehidupan Para Wali di Alam Barzakh Menurut Habib Luthfi Bin Yahya MuslimWajib Tahu.! 20 Sifat Wajib dan Mustahil bagi Allah beserta Arti dan dalilnya. penjabaran dari sifat wujud ,Allah adalah Dzat yang pasti ada. Dia berdiri sendiri, tidak diciptakan oleh siapapun, dan tidak Ada tuhan selain Allah SWT. Pengertian Dzikir Fida dan Doa Dzikir Fida (lengkap) Nadham 'Aqidatul 'Awam dalam tulisan

Dzat adalah sesuatu itu sendiri, dan inti dari sesuatu itu. Sedangkan dzat Allah menurut ibnu sina adalah wujud Allah itu sendiri dan bersifat mutlak. Apa artinya Allah itu dzat? Apa yang dimaksud dengan Dzat Allah? – Quora. Dzat Alloh subhanahu wa ta’ala maksudnya adalah wujud Alloh subhanahu wa ta’ala, yang tidak terbatas itu. Dzat Allah ada dimana? Allah berada di arsy dan arsy-Nya di langit, sebagaimana digambarkan dalam ayat berikut Allah Yang Maha Pemurah bersemayam di atas arsy.” QS Thaha 5. Ayat tersebut begitu tegas menjelaskan bahwa Allah berada di arsy. Dzat berasal dari bahasa apa? Dzat artinya satuan tunggal, entity, diri, self, zat, sesuatu, sebuah, satu, a. kata itu berasal dari bahasa Arab, sebagaimana aslinya dalam Alquran dalam bahasa Arab dan penggunaan orang-orang Islam dalam berbicara hingga saat ini. Zat yang Maha Sempurna Siapakah yang dimaksud itu? Allah merupakan zat yang Maha Sempurna dan Maha Terpuji tanpa suatu kejelekkan apa pun. Siapa Dzat yang menghidupkan semua makhluk di alam semesta? Allah adalah Dzat Yang Maha hidup dan kehidupannya sempurna karena Allah tidak membutuhkan bantuan makhluk Allah menginginkan dengan makhluk Allah bekerja sama dengan makhluk Allah berkehendak sesuai dengan keinginan makhluk. Bentuk Allah itu seperti apa? Allah SWT pasti ada dan tidak bergantung kepada siapapun karena dialah sang pencipta alam semesta. Bukti kehadiran dan wujud Allah SWT adalah ciptaannya berupa langit dan bumi serta seisinya. Sifat sifat wajib bagi Allah ada berapa? Berbeda dengan asmaul husna yang terdiri dari 99 poin, sifat wajib yang dimiliki oleh Allah Swt. hanya ada 20 poin. Mempelajari dan memahami sifat–sifat wajib tersebut merupakan salah satu cara bagi seorang muslim untuk mempelajari ilmu ketauhidan. Apa yang dimaksud dengan Allah SWT adalah Dzat Yang Maha Akhir? 7. Al-Ākhir Al-Ākhir artinya Yang Mahaakhir yang tidak ada sesuatu pun setelah Allah Swt. Dia Mahakekal tatkala semua makhluk hancur, Mahakekal dengan kekekalan-Nya. Apa saja sifat salbiyah? Sementara sifat Salbiyah adalah sifat yang meniadakan adanya sifat sebaliknya, yakni sifat–sifat yang tidak sesuai, atau sifat yang tidak layak dengan kesempurnaan Dzat-Nya. Sifat Salbiyah ini ada lima, yaitu qidâm, baqâ’, mukhâlafatu lil hawâditsi, qiyâmuhu binafsihi, dan wahdâniyat. Sifat wajib bagi Allah ada 20 apa saja? Wujud. Wujud memiliki arti ada. Qidam. Qidam artinya terdahulu. Baqa. Baqa memiliki arti kekal. Mukhalafatuhu Lil Hawadisi. Mukhalafatuhu Lil Hawadisi artinya berbeda dengan semua makhluk. Qiyamuhu Binafsihi. Wahdaniyyah. Qudrat. Iradat. Bagaimana cara mengenal Zat Allah? Kenali Ciptaan Allah SWT. Cara pertama untuk mengenal Allah adalah melalui ciptaan-Nya. Kenali Rububiyah Allah SWT. Umat Muslim juga diharuskan untuk meyakini keesaan Rububiyah Allah. Kenali Uluhiyah Allah SWT. Kenali Nama dan Sifat Allah SWT. Apakah Allah bersama kita dengan ilmu nya dengan Dzat Nya? Allah Ta’ala bersama kita dengan ilmunya mendengar dan melihat. Sesuai dalil dari Al-Qur’an dan Sunnah. Dalil dari Al-Qur’an ialah Allah Ta’ala berfirman jangan kalian berdua takut sungguh aku bersama kalian berdua mendengar dan melihat. Apakah ruh ciptaan Allah? Allah SWT menciptakan manusia di alam roh Sebelum manusia dilahirkan ke dunia, Allah SWT telah menciptakan roh-roh dari seluruh manusia di muka bumi di suatu alam yang bernama alam roh. Keesaan Allah SWT meliputi apa saja? Keesaan Allah itu meliputi tiga hal. Dia Maha-Esa pada zat-Nya, Maha-Esa pada sifat-Nya dan Maha-Esa pada perbuatan-Nya. Ketiga, Maha-Esa pada perbuatan-Nya berarti Dialah yang membuat semua perbuatan sesuai dengan firman-Nya. Bagaimana Esanya Allah Menurut Al Qur an? Esa dari segi Dzat di antaranya dijelaskan dalam firman-Nya “Katakanlah Dia-lah Allah, Yang Mahaesa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tidak beranak dan tiada pula diperanakkan, dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia” QS. Al Ikhlash, 1121-4. Mengapa Allah tidak mungkin memiliki sifat fana? Sifat fana atau bersifat sementara mustahil ada pada Allah SWT karena zatnya baqa atau kekal atas segala keagungan dan kebesarannya atas alam semesta. Apakah zat yang Maha Suci? “Dialah Allah Yang tiada Tuhan selain Dia, Raja, Yang Maha Suci, Yang Maha Sejahtera, Yang Mengaruniakan Keamanan, Yang Maha Memelihara, Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuasa, Yang Memiliki segala Keagungan, Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.” Referensi Pertanyaan Lainnya1Apa saja tugas malaikat Jibril selain menyampaikan wahyu dari Allah SWT?2Apa nama kumis pada ikan lele?3Jelaskan apa yang dimaksud dengan negara Indonesia adalah negara hukum?410000000000 itu berapa?5Bagaimana ekspresi yang tepat saat membaca dongeng?6Langkah akhir pada saat menggambar model adalah?7Apa jenis konektor yang biasa dipakai untuk kabel LAN?8Apa kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh petani?9Apa saja dampak negatif dari tidak memakai pakaian sesuai dengan syariat Islam?10Apa deskripsi Parangtritis nan indah?

Halini jelas tidak masuk akal, bahkan bertentangan dengan dengan ayat Al-qur'an yang menyatakan bahwa Allah adalah Dzat yang tidak sebanding dengan makhluk-Nya yang tidak akan dapat dilihat dengan kasat mata. Dapat dilihat dalilnya dalam surah Asy-Syura: 51 yang artinya: "Dan tidak mungkin bagi seorang manusiapun bahwa Allah berkata-kata
- Sebelum mengamalkan dzikir macem-macem, kita coba rubah mindset, mbah. Kita sebenarnya gak perlu jadi wali untuk bisa tau dan makrifat kepada Gusti Allah. Karena Gusti Allah itu Adz Dzohir dan Al Haqqul Mubiin, Dzat yang paling jelas dan nyata. Jadi harusnya kita yang awam pun bisa dengan mudah mengenali-Nya. Kalo gak bisa mengenali-Nya, berarti selama ini kita seperti orang mabuk yang ngoceh gak jelas ketika baca Dzat AllahTerjemahan kata "Dzat" yang paling mendekati maksud yang benar adalah eksistensi. Istilah ini dibuat untuk menunjukkan sesuatu yang ada. Segala yang ada disebut dzat. Jadi, istilah Dzat Allah berarti keberadaan/eksistensi Allah itu sendiri, bukan hal lain yang behubungan dengan kata "Allah" diganti dengan Fulan, maka dzat fulan berarti sosok fulan itu sendiri, bukan warna kulitnya, bukan ukuran bajunya, bukan sifat-sifatnya dan bukan apapun yang terkait dengan fulan, tapi eksistensi si fulan itu sendiri.$ads={1}Gimana cara mengenali kehadiran-Nya?Nah, di pembahasan yg dulu2, kita memahami bahwa yang namanya Dzat itu pasti punya Sifat. Begitu juga Sifat, pasti punya Dzat. Gak mungkin ada Dzat gak punya Sifat. Dan gak mungkin juga ada Sifat tanpa ada kita nemu kata "tembok", maka dalam benak kita, yang namanya tembok pasti ada sifat kokoh, tinggi, keras, bersemen yang menjadi sifat tembok. Walaupun sifat2 tersebut tidak disebut, kita otomatis paham bahwa namanya tembok pasti punya sifat demikian. Sebaliknya, ketika kita merem trus kejedot sesuatu yang keras dan kokoh, ketika kita raba, ada sifat khas yang membuat kita bisa menyebutnya "tembok". Ini membuktikan bahwa dzat pasti punya sifat dan sifat pasti punya dzat. Dzat dan Sifat tidak terpisah, selalu kita coba menggerakkan tangan kita. Kita perhatikan saja bagaimana mudahnya kita menggerakkan tangan. Dan di jam sekian, menit sekian, detik sekian, tangan kita sedang tahu bahwa Dzat Gusti Allah punya Sifat Qudroh atau Yang Maha Punya Kehendak dan kita mengenalnya lewat takdir dan ciptaan-Nya. Gusti Allah mentakdirkan pada jam sekian, menit sekian, detik sekian, tangan kita bergerak. Berarti Sifat Qudroh-Nya berlaku pada Qudroh berlaku pada kita, sedangkan Sifat Qudroh itu sifat Dzat Gusti Allah, maka Dzat Gusti Allah pun menyertai Sifat Qudroh tersebut, karena Sifat dan Dzat tidak terpisah. Nah, berarti ada peran Dzat Gusti Allah ketika tangan kita kita teliti, tangan kita bisa bergerak sedemikian lancar karena Gusti Allah memberi rahmat pada tulamg dan otot2 bisa berfungsi normal. Ini jadi asma Ar Juga 20 Sifat Wajib Allah SWT dan PenjelasannyaMeskipun kita gak ada rencana menggerakkan tangan, toh akhirnya tangan kita bergerak lantaran tulisan ini karena ada Qudroh Gusti Allah agar tangan kita mau bergerak. Ini jadi asma Al kita bergerak sedemikian gampangnya tanpa ada hati yang khawatir, karena keadaan di sekeliling kita ditakdirkan aman, bumi gak gempa, gak lagi banjir, sendi2 normal, hati riang karena gak dicereweti istri misalnya. Ini jadi asma Al lagi yang kalo kita teliti dan kita pétani, perkara bergeraknya tangan ini aja bisa jadi bermacam-macam Asma Gusti Allah. Asma ini merupakan representasi hasil Af'al dari sifat Gusti Allah berupa Qudroh. Belum lagi sifat yang lainnya. Dan Sifat tersebut tidak terpisah dari Dzat Gusti Allah. Maka kalo kita mau berpikir dengan alur logika di atas, Dzat Gusti Allah ini ternyata begitu dekat dan nyata. Lha wong semua yang kita lihat berjalan sesuai Sifat Qudroh-Nya. Artinya benar, Gusti Allah itu Adz Dzohir dan Al Haqqul jangan lagi kita bayangkan Gusti Allah cangkrukan di langit sementara kita di bumi bebas merdeka. Gusti Allah begitu dekat dengan kita dan nyata terlihat oleh mata dzohir. Dia senantiasa secara langsung mengatur semua makhluk, tidak pernah lalai, tidak lupa, tidak ngantuk dan tidak tidur. Dekatnya seberapa, ya mbuh, pokoknya sangat nyata kalo kita mau Fahmi Ali N HDemikian Artikel " Pengertian Dzat Allah dan Cara Mengenalinya "Semoga BermanfaatWallahu a'lam BishowabAllahuma sholli 'alaa sayyidina muhammad wa 'alaa aalihi wa shohbihi wa salim- Media Dakwah Ahlusunnah Wal Jama'ah - Adapunyang disebut ilmu tauhid adalah ilmu yang membicarakan tentang akidah atau kepercayaan kepada Allah dengan didasarkan pada dalil-dalil yang benar. Tidak ada yang menyamainya dan tak ada padanan bagi-Nya. Mustahil ada yang mampu menyamai-Nya. Dalilnya dari firman-firman Allah, di samping dalil-dalil aqliyah : Ada 2 Pandangan Mengenai Dzat ALLAH SWT Larangan dalam memikirkan Dzat ALLAH SWT. Tidak ada larangan dalam memikirkan Dzat ALLAH SWT. Pandangan di atas sebenarnya bukan suatu perdebatan, melainkan khasanah untuk menjadi orang yang Berfikir dan Berilmu, carilah dengan Berfikir amalkanlah dengan Berilmu. MOHON TULISAN INI JANGAN DIJADIKAN PERANG AQIDAH SEBAGAI AJANG UNTUK MENCARI FIRQAH YANG PALING BAIK DAN BENAR. Ijinkan saya menjelaskan Text biru dan Text Hijau Penjelasan No 1 Larangan dalam memikirkan Dzat ALLAH SWT Allah SWT berfirman, yang artinya, “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, yaitu orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi seraya berkata Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan Ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, Maka peliharalah kami dari siksa neraka.'” Ali Imran 191. “Katakanlah, Perhatikanlah apa yang ada di langit dan di bumi. tidaklah bermanfaat tanda kekuasaan Allah dan rasul-rasul yang memberi peringatan bagi orang-orang yang tidak beriman.'” Yunus 101. “Dan kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya tanpa hikmah. yang demikian itu adalah anggapan orang-orang kafir, Maka celakalah orang-orang kafir itu Karena mereka akan masuk neraka.” Shaad 27. Rasulullah saw. juga bersabda yang artinya, “Berfikirlah tentang nikmat-nikmat Allah, dan jangan sekali-kali engkau berfikir tentang Dzat Allah.” Hasan, Syaikh al-Albani dalam Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahiihah [1788]. Diriwayatkan dari Fudhalah bin Ubaid dari Rasulullah saw., beliau bersabda “Tiga jenis orang yang tidak perlu engkau tanyakan lagi nasibnya; orang yang memisahkan diri dari jama’ah, ia mendurhakai imam dan mati dalam keadaan durhaka. Budak wanita atau pria yang melarikan diri dari tuannya, lalu mati. Dan seorang wanita yang ditinggal oleh suaminya dengan memberi perbekalan yang cukup, lalu sepeninggal suaminya ia bersolek untuk lelaki lain.” Tiga jenis orang yang tidak perlu engkau tanyakan lagi nasibnya; Orang yang merampas selendang Allah, sesungguhnya selendang Allah adalah kesombongan-Nya, sarung-Nya adalah kemuliaan. Orang yang ragu tentang Allah. Dan orang yang berputus asa terhadap rahmat Allah.” Shahih, HR Bukhari dalam al-Adabul Mufrad [590], Ahmad [IV/19], Ibnu Hibban [4559], Ibnu Abi Ashim dalam as-Sunnah [89], dan al-Bazzar [84]. Diriwayatkan dari Aisyah bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya syaitan mendatangi salah seorang dari kamu, lalu mengatakan, Siapakah yang telah menciptakanmu?’ Allah!’ jawabnya. Lalu syaitan bertanya lagi Lalu siapakah yang menciptakan Allah?’ Jika kalian menghadapi hal seperti ini, maka hendaklah ia mengucapkan, Aku beriman kepada Allah dan Rasul-rasul-Nya.’ Sesungguhnya, ucapan itu dapat menghilangkan waswas syaitan itu.” Shahih, HR Ahmad [VI/258] dan Ibnu Hibban dalam al-Mawarid [41] Diriwayatkan dari Abu Hurairah dari Rasulullah saw., beliau bersabda, “Sesungguhnya syaitan mendatangi salah seorang dari kamu, lalu berkata, Siapakah yang telah menciptakan ini? Siapakah yang telah menciptakan itu?’ Hingga syaitan berkata kepadanya Siapakah yang menciptakan Rabb-mu?’ Jika sudah sampai demikian, maka hendaklah ia berlindung kepada Allah dengan mengucapkan isti’adzah dan berhenti.” HR Bukhari [3276] dan Muslim [134]. Dari jalur lain diriwayatkan dengan lafazh. “Hampir tiba masanya orang-orang saling bertanya sesama mereka. Sehingga ada yang bertanya, Allah telah menciptakan ini dan itu, lalu siapakah yang menciptakan Allah?’ Jika mereka mengatakan seperti itu, maka bacakanlah, Katakanlah Dialah Allah, Yang Mahaesa.’ Allah adalah Ilah yang bergantung kepada-Nya segala urusan. Dia tidak beranak dan tiada pula diperanakkan, dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia.’ Al-Ikhlas 1-4. Kemudian, hendaklah ia meludah ke kiri sebanyak tiga kali, lalu berlindung kepada Allah dari gangguan syaitan dengan mengucapkan isti’adzah.” HR Abu Dawud [4732], An-Nasa’i dalam Amalul Yaum wal Lailah [460], Abu Awanah [I/81-82], Ibnu Abdil Barr dalam at-Tamhiid [VII/146]. Diriwayatkan dari Anas bin Malik ia berkata, “Rasulullah saw. bersabda, Allah SWT berfirman, Sesungguhnya ummatku akan terus-menerus bertanya apa ini, apa itu?’ Hingga mereka bertanya, Allah telah menciptakan ini dan itu lalu siapakah yang menciptakan Allah'” HR Muslim [136]. Dalam riwayat lain ditambahkan, “Pada saat seperti itu mereka tersesat.” Shahih, HR Ibnu Abi Ashim dalam as-Sunnah [647]. Kandungan Bab 1. Allah SWT. telah menganjurkan dalam Kitab-Nya agar berfikir dan bertadabbur. Anjuran ini ada dua macam. Pertama, anjuran mentadabburi ayat-ayat Al-Qur’an dan ayat-ayat-Nya yang dapat disimak. Agar seorang hamba dapat memahami maksud Allah swt dan dapat meyakini kehebatan atau Al-Qur’an sebagai Kalamullah dan mukjizat yang tidak ada kebathilan di dalamnya, dari depan maupun dari belakang. Sebagaimana yang Allah SWT firmankan, “Maka apakah mereka tidak memperhatikan al-Qur-an? kalau kiranya al-Qur-an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya.” An-Nisaa’ 82. “Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al-Qur’an ataukah hati mereka terkunci?” Muhammad 24. Kedua, anjuran memikirkan keagungan ciptaan Allah, kerajaan dan kekuasaan-Nya, serta ayat-ayat yang dapat disaksikan, agar seorang hamba dapat merasakan keagungan al-Khaliq, dapat mengakui Al-Qur’an. Sebagaimana yang Allah SWT. firmankan, “Katakanlah, Perhatikanlah apa yang ada di langit dan di bumi.'” Yunus 101. “Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda kekuasaan kami di segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelas bagi mereka, bahwa Al-Qur’an itu benar. Dan apakah Rabbmu tidak cukup bagi kamu, bahwa sesungguhnya Dia menyaksikan segala sesuatu.” Fushshilat 53. 2. Memikirkan tanda-tanda kebesaran Allah swt yang dapat disaksikan dan mentadabburi ayat-ayat Allah yang dapat disimak tidaklah dibatasi dengan keadaan atau waktu tertentu seperti yang dibuat-buat oleh kaum sufi atau ahli kalam, dengan menggunakan istilah renungan pemikiran dan lainnya, dalilnya adalah firman Allah SWT, “Yaitu orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi seraya berkata, Ya Rabb kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Mahasuci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.” Ali Imran 191. 3. Dzat Allah tidak akan bisa terjangkau oleh akal pikiran dan tidak akan bisa dikira-kirakan. Allah SWT. berfirman, “Sedangkan ilmu mereka tidak dapat meliputi ilmu-Nya.” Thaahaa 110. Karena Dzat Allah Mahaagung dan Mahatinggi dari kandungan permisalan dan qiyas. “Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala yang penglihatan itu.” Al-An’aam 103. Dan bagi al-Khaliq, tidak ada penyerupaan, tandingan dan juga permisalan, “Dan tidak ada sesuatu pun yang setara dengan Dia.” Al-Ikhlash 4. Oleh sebab itulah melalui lisan Rasul-Nya, Allah Yang Mahabijaksana melarang berfikir tentang Dzat-Nya Yang Mahasuci. 4. Berfikir tentang Dzat Allah akan menggiring pelakunya kepada keragu-raguan tentang Allah. Dan siapa saja yang ragu tentang Allah, pasti binasa. Sebab ia akan dicecar oleh pertanyaan-pertanyaan membingungkan yang lahir dari permikiran sesat, “Allah menciptakan ini dan itu lalu siapakah yang menciptakan Allah?” Pertanyaan itu pada hakikatnya sangat kontradiktif dan kabur maksudnya. Sebab Allah adalah Pencipta bukan makhluk! Allah SWT berfirman, “Dia tidak beranak dan tiada pula diperanakkan.” Al-Ikhlash 3. Penyatuan dan perkara yang saling kontradiktif adalah sebuah kekeliruan, bahkan sebuah kemustahilan dan ketidakmungkinan. Karena kesamaran itulah, syaitan menerobos masuk ke dalam hati manusia sehingga mereka ragu tentang Allah. Pertanyaan itu pada hakikatnya menyamakan Allah ak-Khaliq dengan makhluk. Tanpa ragu lagi. Makhluk pasti ada yang menciptakannya. Akan tetapi pertanyaan tidak berhenti sampai di situ, bahkan dilanjutkan dengan pertanyaan tentang siapa yang menciptakan Pencipta. Maka, jatuhlah ia dalam penyerupaan al-Khaliq dengan makhluk, wal iyaadzubillaah. 5. Pengobatan untuk waswas Iblis dan pemikiran-pemikiran syaitan ini, yaitu mengikuti tata cara Al-Qur’an dan As-Sunnah yang dijelaskan oleh Rasulullah saw. 1. Membaca surat Al-Ikhlas. 2. Meludah ke kiri sebanyak tiga kali. 3. Berlindung kepada Allah swt dari gangguan syaitan yang terkutuk dengan membaca isti’adzah. 4. Mengatakan, “Aku beriman kepada Allah dan rasul-rasul-Nya. 5. Memutus waswas dan menghentikan keraguannya. 6. Bimbingan Nabawi tadi merupakan cara yang paling mujarab untuk mengobati penyakit waswas dan lebih ampuh untuk memutusnya daripada cara jidal perdebatan logika yang sempit yang pada umumnya malah membuat orang bingung. Hendaklah orang yang waras akalnya memperhatikan benar sabda Nabi, “Sesungguhnya hal itu dapat menghilangkannya.” Jadi, siapa saja yang melakukannya semata-mata ikhlas karena Allah dan ketaatan kepada Rasul-Nya, maka syaitan pasti lari. 7. Kaum Salafush Shalih menerapkan metodologi Al-Qur’an dalam memutus waswas ini. Diriwayatkan dari Abu Zumail, ia berkata, “Aku bertanya kepada Ibnu Abbas kukatakan padanya, Ada suatu perkara yang terlintas dalam hatiku.'” “Apa itu?” tanya beliau. “Demi Allah, aku tidak ingin membicarakannya!” jawabku pula. Beliau berkata, “Adakah itu sesuatu yang membuatmu ragu?” Beliau tersenyum, lalu berkata, “Tidak ada seorang pun yang terhindar dari hal itu. Namun Allah SWT telah menurunkan firman-Nya, “Maka, jika kamu Muhammad berada dalam keragu-raguan tentang apa yang Kami turunkan kepadamu, maka tanyakanlah kepada orang-orang yang membaca al-Kitab sebelum kamu.” Yunus 94 Lalu ia berkata kepadaku, “Jika engkau merasakan sesuatu yang meragukan di dalam hati, maka katakanlah, Dia-lah Yang Awal dan Yang Akhir, Yang Zhahir dan Yang Bathin; dan Dia Mahamengetahui segala sesuatu.'” Al-Hadiid 3. Shahih, HR Abu Daud [5110]. Sumber Diadaptasi dari Syaikh Salim bin Ied al-Hilali, Al-Manaahisy Syar’iyyah fii Shahiihis Sunnah an-Nabawiyyah, atau Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, terj. Abu Ihsan al-Atsari Pustaka Imam Syafi’i, 2006, hlm. 91-98. Penjelasan No 2 Tidak ada larangan dalam memikirkan Dzat ALLAH SWT Adanya banyak pemahaman apakah Dzat Allah itu ada, bagaimana wujud-Nya, bagaimana kuasa -Nya dll yang berbeda beda membuat perdebatan tersendiri tentang Tuhan. Sebagai landasan berpikirnya akal kita juga harus berpedoman terhadap kaidah kaidah pokok dalam berakidah. Menurut Syeik Ali Ath Thanthawi dalam kitabnya yang berjudul ” Ta’riif Aam bi Diinil Islam” disebutkan bahwa kaidah kaidah pokok dalam berakidah adalah sbb 1.. Sesuatu yang dapat ditangkap dengan inderaku, maka tidak diragukan lagi bahwa ia itu ada. — > Inilah akal manusia, tetapi berdasarkan pengalamannya fatamorgana yang terjadi di padang pasir sangat mengecoh pengetahuannya tentang adanya sekumpulan air. Pena yang lurus jika diletakkan di dalam gelas akan tampak bengkok. Penglihatan mata tidak mungkin terjadi jika tidak ada cahaya, sementara cahaya tidak berguna untuk seorang yang buta. Jadi disimpulkan, penglihatan fisik sangatlah lemah dan dapat menipu. 2.. Ada beberapa hal yang belum pernah kita lihat dan kita rasakan, namun kita meyakini keberadaannya, seperti halnya yang telah kita rasakan. —> Dicontohkan, kita percaya India atau Brasilia itu ada, padahal kita belum pernah kesana. Demikian halnya, kita percaya bahwa Iskandar al Maqduni telah berhasil membuka negeri Persia. Kita percaya bahwa Walid bin Abdul Malik telah membangun Masjid Jami’ Umawy, padahal kita bukanlah termasuk orang yang ikut perang dan menyaksikan pembangunan masjid tersebut. Lantas kenapa kita meyakini atas peristiwa itu ? Jadi keyakinan disamping diperoleh melalui indera juga melalui berita berita yang disampaikan oleh orang yang shidiq jujur sehingga ucapan dan perkataannya dapat dipercaya oleh orang lain. 3.. Sejauh manakah pengetahuan yang dapat diperoleh indera kita ? Apakah indera kita dapat mengetahui semuanya yang maujud…? —> Perumpaannya adalah seperti seorang yang dipenjara oleh seorang raja di dalam sebuah ruangan dengan pintu dan jendela yang tertutup, serta beberapa celah dinding penjara. Satu celah menghadap ke arah sungai yang mengalir ke sebelah timur, satu celah menghadap ke arah gunung sebelah barat, satu celah menghadap istana di sebelah utara dan celah yang lain menghadap lapangan di sebelah selatan. Dalam perumpamaan ini pengetahuan si terpenjara yang dimiliki sebatas celah celah yang ada di dinding penjara. Seorang yang dipenjara itu tidak akan dapat melihat secara keseluruhan sungai di sebelah timur hanya dari balik celah penjara. Nah, demikian pula indera kita bagaimana mungkin kita bisa melihat semua yang berwujud, sementara indera kita sangat terbatas. Demikianlah kaidah kaidah pokok dalam berakidah. Sejarah membuktikan, bagaimana seorang tokoh komunis seperti Stalin meminta didoakan untuk kesembuhan penyakit yang dideritanya. Demikian juga DN Aidit – tokoh PKI, bagaimana ia mengatakan saat ditanya apakah ia percaya akan Tuhan..? Ia menjawab ” hanya Tuhanlah yang tahu, apakah saya percaya Tuhan atau tidak”. Dari jawaban DN Aidit dapat disimpulkan sebenarnya ia sendiri percaya kepada Tuhan. Imam Abu Hanifah berdebat dengan seorang yang atheis, dia menanyakan ” Apakah anda percaya bila saya katakan ada sebuah kapal dengan muatan yang penuh di tengah tengah ombak besar lautan ia tetap bisa berlayar dengan baik meskipun tanpa nahkoda ? Orang atheis itu pun menjawab ” Tentu tidak percaya”. Nah, begitu pula dengan alam semesta ini, bagaimana mungkin alam semesta ini yang sangat luas dapat berjalan sangat teratur dengan sendirinya ? tentulah ada yang menciptakannya, kata Imam Abu Hanifah. Di waktu lain Syeikh Abu Hammad diundang oleh orang orang atheis yang ingin berdebat dengannya periha “Dzat Allah”. Karena sesuatu hal Syeikh Abu Hammad memerintahkan mruidnya, Imam Abu Hanifah untuk memenuhi undangan kelompok orang atheis tersebut. Percakapan pun dimulai. Orang Atheis “Tahun berapa tuhan engkau diciptakan ?” Imam Abu Hanifah ” Tuhan tidak dilahirkan, kalau tuhan dilahirkan tentunya dia punya ayah dan ibu, lam yalid wa lam yuulad”. Orang Atheis “Tahun berapakah tuhan muncul ?” Imam Abu Hanifah ” Tuhan ada sebelum adanya waktu dan penanggalan, Tuhan lah yang menciptakan waktu”. Orang Atheis “Kami minta contoh kongkrit”. Imam Abu Hanifah Bilangan berapa sebelum empat ?” Orang Atheis ” Tiga”. Imam Abu Hanifah Bilangan berapa sebelum tiga ?” Orang Atheis ” Dua”. Imam Abu Hanifah Bilangan berapa sebelum dua ?” Orang Atheis ” Satu”. Imam Abu Hanifah Bilangan berapa sebelum satu ?” Orang Atheis ” Tidak ada “ Imam Abu Hanifah Jika dalam ilmu hitung saja tidak ada sebelum satu, bagaimana dengan satu hakiki adanya tuhan ? Sesungguhnya Dia lah yang permulaan dan yang akhir”. Orang Atheis “Kemanakah arah Tuhan menghadap?” Imam Abu Hanifah” Jika kita menghadapkan sebua lampu di dalam kegelapan, maka ke arah manakah cahaya lampu itu?” Orang Atheis ” Ke semua arah “ Imam Abu Hanifah ” Begitulah , juka cahaya yang dibuat oleh manusia saja seperti itu bagaimana dengan cahaya langit dan bumi?” Orang Atheis ” Bagaimana bentuk Dzat Tuhan, apakah dia seperti air, besi atau seperti asap ?” Imam Abu Hanifah “Pernahkah anda melihat orang sakratul maut dan meninggal ? apakah yang terjadi ?” Orang Atheis “Keluarnya ruh dari jasad “. Imam Abu Hanifah ” Bagaimana bentuk ruh ?” Orang Atheis “Kami tidak tahu” Imam Abu Hanifah ” Bagaimana kita bisa menjelaskan ruh Dzat Tuhan, sementara ruh ciptaan -Nya saja anda tidak tahu”. Orang Atheis “Lantas di tempat manakah tuhan berada ?” Imam Abu Hanifah “Kalau kita menyuguhkan susu segar, maka di dalam susu itu adakah minyak samin ?” Orang Atheis “ya. Imam Abu Hanifah ” Dimanakah letak minyak samin ?” Orang Atheis “Minyak samin itu bercampur menyebar di dalam kandungan susu”. Imam Abu Hanifah ” Bagaimana aku harus menujukkan dimana Allah berada, kalau minyak samin yang ciptaan manusia saja tidak dapat anda lihat dalam kandungan susu itu ?” Orang Atheis “Jika semua yang ada dunia ini sudah ditakdirkan, lalu apa yang dikerjakan Tuhan sekarang ?” Imam Abu Hanifah ” Menunjukkan apa yang telah diciptakan -Nya, meninggikan derajat sebagian manusia dan merendahkan sebagian manusia lainnya. Orang Atheis ” Jika waktu permulaan masuknya manusia ke surga ada, mengapa tidak ada akhir waktunya “ Imam Abu Hanifah ” Bukankah ilmu hitung yang kita kenal ada awalan, namun tidak ada akhirannya ?” Orang Atheis ” Jika di surga diceritakan ada selalu ada makan – seperti di dunia sekarang ini, kenapa tidak ada buang air besar atau buang air kecil ?” Imam Abu Hanifah “Bukankah selama 9 bulan di kandungan janin selalu makan melalui darah ibu, dan tidak buang air besar atau air kecil ? Orang Atheis ” Bagaimana mungkin kenikmatan makanan di surga tidak akan habis selamanya ?” padahal terus menerus dimakan “. Imam Abu Hanifah ” Bukankah kalau ilmu yang diamalkan tidak membuat kita bodoh, justeru membuat kita lebih pintar ?” Di waktu yang lain Imam Abu Hanifah diundang oleh kelompok atheis yang lain untuk membicarakan masalah Dzat Tuhan. Janji yang disampaikan Imam Abu Hanifah adalah sebelum tengah hari, namun matahari sudah condong ke barat Imam Abu Hanifah belum juga datang. Dengan wajah yang agak marah kelompok atheis itu membanggakan diri, kalau sang ulama itu tidak sanggup berdebat dengan dirinya karena tidak memounyai dalil dalil yang cukup kuat untuk membuktikan kebenaran adanya Tuhan. Hari menjelang sore, sang ulama pun belum juga muncul. Akhirnya kelompok atheis ini ingin membubarkan diri. Di saat itulah Imam Abu Hanifah muncul. Dengan marah kelompok atheis itu bertanya, kenapa janjinya molor. Imam Abu Hanifah pun meminta maaf, dan bercerita. ” Tadi saya sebelum siang sudah berangkat dari rumah, namun pada saat saya akan melalui sungai, saya tidak menemukan satu orang pun Tukang Perahu. Kemudian saya tunggu sampai siang, namun belum juga datang si tukang perahu yang akan menyeberangkan saya ke desa ini. Tapi tiba tiba ada beberapa potong kayu yang hanyut di hadapan saya kemudian dengan sendirinya dia merakit sendiri satu per satu potongan kayu tersebut menjadi perahu yang sangat bagus. Akhirnya saya menaiki perahu tersebut dan sampailah saya menyeberangi sungai yang membatasi desa ini. Atas cerita Imam Abu Hanifah tersebut, orang orang atheis itu serentak mengatakan ” Kamu pembohong !” mana mungkin potongan kayu itu dapat dengan sendirinya menjadi perahu yang bagus tanpa ada yang membuatnya “. Imam Abu Hanifah pun menjawab, ” demikian juga dengan alam semesta yang luas dan teratur ini, mana mungkin tercipta dengan sendirinya, pastilah ada yang membuatnya, Dia lah Allah swt. !” Ada juga dalil dalil akal yang lain seperti Imam Syafi’i ketika ditanya tentang Tuhan, dia berkata ” Dalil ku adalah daun kertau, karena meski daun itu punya rasa, bentuk, warna dan kndungan zat yang sama, tetapi kalau ia dimakan oleh ulat sutera ia dapat menghasilkan kain sutera, jika ia dimakn oleh lebah maka ia akan menghasilkan madu, jika ia dimakan oleh domba maka ia akan menghasilkan bulu, daging dan susu domba, jika ia dimakan oleh rusa maka ia dapat menggemukkannya dan membuat bau wangi di tanduknya. Akhirnya siapakah yang mengatur itu semua padahal satu sumber makanan yang berbeda, tetapi dapat menghasilkan bermacam macam zat yang berbeda beda ?” jawabannya adalah Allah swt, Sang Pencipta alam semesta. Itulah pembuktian akal atas Dzat Allah, Tuhan Yang Maha Kuasa, Tuhan Yang Maha Pencipta. Sesungguhnya akal kita diciptakan dalam keterbatasan, namun demikianlah Allah memerintahkan kita untuk selalu berpikir atas segala sesuatu yang telah diciptakan Nya. Kalau sekiranya Kami menurunkan Al Qur’an ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan takut kepada Allah. Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya mereka berpikir. Alangkah celakanya kita, kalau semua tanda tanda kekuasaan Allah swt yang terlihat dan terasa oleh kita saja tidak dapat menumbuhkan suatu bentuk keimanan dalam diri kita. Perasaan iman adalah fitrah yang tidak mungkin dibohongi oleh semua makhluk Tuhan, mungkin secara lisan dia tidak mengakuinya, tetapi hakikat iman pastilah ada di dalam ruhnya masing-masing. Hai manusia, telah dibuat perumpamaan, maka dengarkanlah olehmu perumpamaan itu. Sesungguhnya segala yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak dapat menciptakan seekor lalat pun, walaupun mereka bersatu untuk menciptakannya. Dan jika lalat itu merampas sesuatu dari mereka, tiadalah mereka dapat merebutnya kembali dari lalat itu. Amat lemahlah yang menyembah dan amat lemah pulalah yang disembah. Bagaimana mungkin manusia yang sombong dapat melakukan atau menciptakan sebuah atau sesuatu barang satu saja persis seperti yang Allah ciptakan ? Tidaklah mungkin. Teknologi manapun tidak akan pernah membuat atau menciptakan persis dengan yang Allah ciptakan. Dan apabila ada orang yang kufur tertutupi atas kekuasaan Allah swt, maka semata mata karena mereka tidak mengerti, yang pada akhirnya ketidakmengertiannya akan menutupi mata hatinya sendiri, padahal hati mereka yang sebenar benarnya mengakui atas Dzat Allah swt Sang Pencipta. Akhirul kalam, tidakkah kita malu kepada Sang Pencipta padahal kita tahu bahwa kita ada yang menciptakan. Masih pantaskah kita menyombongkan diri di hadapan Dzat Yang Maha Besar? Tidaklah setiap orang menciptakan dirinya sendiri, sehingga ia dapat menyombongkan diri. Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatu pun ataukah mereka yang menciptakan diri mereka sendiri? “Sesuatu yang tidak ada, tidak mungkin menciptakan sesuatu yang ada ” Semoga menjadi pelajaran untuk kita di dalam mencari kebenaran suatu jawaban, jgn takut salah karena bila kita salah kita bisa perbaiki bersama2. Jangan merasa benar karena kebenaran milik ALLAH SWT. Allahuma ini as aluka bismika Ya ALLAH , Ya RAHMAN, Ya RAHIM, Ya KARIM, Ya MUQIM, Ya HAKIM. Asmaartinya nama dan husna artinya adalah "yang baik atau yang indah". Jadi, Asma'ul Husna artinya adalah nama nama Allah yang baik lagi indah. Asmaul Husna, berasal dari bahasa arab yang merupakan gabungan dari 2 kata yaitu al-Asma' & al-Husna. Al- Asma' merupakan bentuk jama' dari ismun yang artinya adalah nama.
Pengertian DalilJenis-Jenis DalilDalil AqliDalil NaqliPerbedaan Dalil dan HadistContoh DalilShare thisRelated posts Pernahkah ketika sedang ngobrol tentang agama ditanya dalilnya dari mana? Apakah bisa Anda jawab? Nah di artikel ini akan dijelaskan pengertian dalil, jenis-jenisnya dan yang membedakan dengan hadist. Seperti yang banyak kalangan ketahui, bahwa dalil sangat penting dalam mengambil kesimpulan suatu perkara ada petunjuknya atau keterangannya yang bisa dijadikan bukti. Dalam agama islam tentu semuanya sudah diatur dalam berbagai aspek kehidupan, dari aspek ibadah sampai aspek muamalah. Semua sudah diatur secara universal oleh Allah SWT. Oleh karena itu, sebagai ummat islam haruslah patuh terhadap perintah Allah SWT. Yang di mana senantiasa melakukan segala sesuatu dengan sumber dalil yang jelas, agar hidupnya selamat di dunia maupun di akhirat. Pengertian dalil menurut bahasa artinya adalah petunjuk, sedangkan menurut istilah artinya yaitu bukti yang bisa dijadikan sebagai sebuah petujuk untuk mengungkapkan apakah permasalahan tersebut benar atau salah. Ada juga pengertian lain yang menyatakan bahwa, dalil ini merupakan sebuah keterangan yang dapat dijadikan suatu bukti atau alasan kebenaran, terutama yang didasarkan pada Al-Qur’an. Dalil merupakan suatu keterangan yang dijadikan sebagai bukti sebuah kebenaran dalam suatu perkara. Dalil-dalil muttafaq yang disepakati kesahahihannya ada empat yaitu, diambil dari Al-Qur’an, sunnah, ijma’, dan juga qiyas analogi. Arti dari ijma’ merupakan suatu proses untuk mengumpulkan berbagai perkara dan memberinya sebuah hukum dari suatu perkara tersebut. Sedangkan qiyas merupakan sebuah proses pengukuran atau mekanisme untuk mencari tahu sebuah hukum, dengan cara menganalisis terlebih dahulu permasalahan yang ada. Setelah itu mengkaitkan permasalahan tersebut dengan dalil-dalil muttafaq yang sudah ada, yaitu dalam Al-Qur’an, sunnah, dan ijma’. Artinya bahwa qiyas di sini hanya digunakan apabila suatu hukum tidak ditemukan kejelasannya dari Al-Qur’an, sunnah, dan ijma’. Baca Juga Ini Keutamaan Hafal Al-Quran Namun selain dalil muttafaq yang disepakati keshahihannya adapula dalil yang tidak disepakati, akan tetapi digunakan oleh para ulama untuk meng-istinbath atau mencari tahu tentang suatu hukum. Seperti qaul shahabiy pendapat para sahabat, istihsan, mashlahah mursalah, urf adat yang didak bertentangan dengan syara’, syaru man qablana syariat umat terdahulu, saddud dzariah dan istishab. Dalil ini sebagai salah satu petunjuk yang sangat penting dalam islam, karena dalil digunakan untuk menghilangkan adanya segala keraguan dan kecemasan yang ada pada diri ummat islam. Untuk mengetahui sebuah hukum permasalahan yang muncul dalam kehidupan sehari-hari, karena sejatinya manusia diciptakan untuk beribadah. Jadi, apapun yang dilakukan manusia dalam kesehariannya itu bisa bernilai ibadah apabila pengerjaannya sesuai pedoman atau dalil yang ada di dalam Al-Qur’an, sunnah, ijma’, dan qiyas. Akan tetapi, penggunaan dalil ini haruslah dipahami terlebih dahulu, sehingga tidak menimbulkan kesimpulan yang salah atau memiliki arti dan makna yang tidak sesuai. Maka dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa, dalil merupakan sebuah petunjuk atau tanda bukti untuk mencari kebenaran dalam suatu permasalahan yang terjadi. Jenis-Jenis Dalil Dalil dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu Dalil Aqli Secara istilah dalil aqli dapat diartikan dalam kata aql memiliki arti akal, secara etimologi dalam bahasa arab kata aql mempunyai arti al-hikmah kebijakan, ad-diyah denda, husnut tasharruf tindakan yang benar atau tepat. Namun secara bahasa dalil aqli adalah sebagai petunjuk yang didasarkan pada akal pikiran, sedangkan menurut istilah dalil aqli adalah sebuah bukti-bukti atau alasan terkait sesuatu, apakah benar atau salah yang didasarkan dengan pertimbangan akal pikiran manusia. Dalil aqli ini bisa digunakan untuk membicarakan tentang ilmu aqidah, karena aqidah ini sangat berlaku pada orang-orang yang mempunyai akal sehat. Dalil aqli ini dibagi lagi menjadi tiga macam, yaitu Wajib Aqli Yaitu kepastian akal sehat yang dapat menerima kepastian tertentu. Kemudian aqli wajib sendiri dibagi menjadi dua macam, antaranya yaitu adalah wajib aqli badhihi kebenaran yang dapat diterima oleh akal tanpa adanya pembuktian yang mendalam, atau dapat diterima tanpa dipikir, dan wajib aqli nazhari, yaitu kebenaran sesuatu yang bisa diterima oleh akal manusia, setelah dipikir, dibahas, diuraikan, dan dilakukannya sebuah penelitian. Mustahil Aqli Merupakan akal sehat yang telah mengingkari sesuatu yang terjadi. Mustahil aqli inipun dibagi menjadi dua macam yaitu, mustahi aqli badhi yaitu misalnya mustahil pakaian seorang anak bayi akan bisa dipakai oleh tubuh orang yang dewasa, kemudian mustahil aqli nashari yaitu hal yang ditolak oleh akal setelah adanya pembahasan yang kukuh, misalnya yaitu ada yang dapat menyaingi Allah. Jaiz Aqli Hukum yang ketiga ini dapat diterima atau ditolak oleh akal manusia, misalnya ketika cuaca mendung, ada yang yakin bahwa hari itu akan turun hujan, dan adapula yang yakin bahwa hanya sekedar mendung dan tidak akan turun hujan. Di dalam Al-Qur’an Allah juga menegaskan dalam firman-Nya terkait kewajiban menggunakan akal yaitu ada pada QS. Al-Baqarah ayat 164, yang terjemahannya yaitu “Bahwa sesungguhkan dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turukan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati kering dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi. Sungguh terdapat tanda-tanda keesaan dan kebesaran Allah bagi kaum yang berpikir.” Dalil Naqli Pengertian dalil naqli ini menurut bahasa artinya adalah nash Al-Qur’an atau sunnah, sedangkan menurut istilah artinya adalah sebuah bukti-bukti tentang kebenaran atau ketidakbenaran sesuatu yang terjadi berdasarkan dalam Al-Qur’an dan sunnah. Walaupun manusia Allah berikan akal, namun tak semua sesuatu itu bisa dijangkau oleh akal manusia, dalam arti akal manusia itu ada batasnya. Misalnya saja bahwa manusia itu tidak akan mampu untuk menyelidiki sesuatu yang sifatnya gaib. Contohnya tentang akhirat, ruh, dzat Allah, dan sebagainya. Oleh karena itu perlunya sebuah firman yang datangnya dari Allah kepada Rasul-Nya. Perbedaan Dalil dan Hadist sumber youtube Al-Bahjah TV Dalil mengarah pada pencarian suatu keterangan yang dijadikan sebagai bukti sebuah kebenaran dalam suatu perkara. Atau bisa diartikan bahwa suatu hal yang menunjuk pada sesuatu yang sedang dicari, yaitu berupa alasan, keterangan, dan pendapat yang merujuk pada hal pengertian, hukum, dan sesuatu yang berkaitan dengan masalah yang dicari. Sedangkan hadist merupakan sesuatu yang bersumber dari perkataan sabda, perbuatan, dan ketetapan, serta persetujuan yang asalnya dari Nabi Muhammad SAW untuk dijadikan landasan atau rujukan terkait syariat dalam agama islam. Contoh Dalil Yang pertama contoh dari dalil naqli yaitu ada pada QS. Az-Zukruf ayat 87 yang artinya “Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka “Siapakah yang menciptakan mereka, niscaya mereka menjawab “Allah”, lalu bagaimanakah mereka dapat dipalingkan dari menyembah Allah?” Contoh tersebut merupakan dalil naqli yang di dapat dari firman Allah di dalam Al-Qur’an mengenai keberadaan Allah sebagai pencipta mereka yang selalu menjadi pertanyaan pada seorang muslim. Yang kedua yaitu dalil aqli, yang lebih menggunakan pemikiran seperti pembahasan, teori penyebabnya, dan penelitian. Contohnya bagaimana air hujan bisa turun, orang-orang terdahulu menganggap turunnya air hujan itu adalah bentuk kekuatan dari dewa atau kekuatan gaib. Padahal jika diteliti lagi menggunakan akal, bahwa air hujan terjadi karena ada penyebabnya dari fenomena alam. Yaitu air hujan terjadi karena awalnya berasal dari air laut yang menguap akibat panas matahari, yang setelah itu membentuk uap air kemudian naik ke udara. Uap air tersebut terjadi proses pengembunan yang akan berbentuk awan, dan jika awan tersebut telah penuh dengan uap air, maka uap air tersebut akan turun berbentuk air hujan yang jatuh di permukaan bumi.
SifatWahdaniyah Allah: Pengertian dan Dalilnya merupakan pembahasan dalam kitab Kifayatul Awam Part 7 yang membahas mengenai ilmu tauhid. Disajikan dalam Pe
Sifat Wajib dan Mustahil Bagi Allah Wahdaniyah Beserta Artinya Sifat Wajib dan Mustahil Bagi Allah Wahdaniyah Beserta ArtinyaSebarkan iniPosting terkait Wajib bagi Allah Ta’ala mempunyai sifat ”Wahdaniah” di dalam sifat, Dzat dan perbuatan Af’al-Nya. Adapun makna Wahdaniah dalam Dzat adalah bahwa Dzat Allah Ta’ala tidak tersusun dari bagian yang banyak, karena hal itu dapat dikatakan ”Kam muttashil” susunan dari bilangan yang bersambung di dalam Dzat-Nya. Tidak akan ada Dzat yang serupa dengan Dzat Allah Ta’ala atau ”Kam munfashil” susunan dari bilangan yang terpisah di dalam Dzat. Akan tetapi, Esa di dalam Dzat memiliki arti; tidak adanya susunan dari beberapa bagian itu bukti dalil dari sifat mukhalafatu lil hawadisi sebagaimana uraian yang telah lalu. Adapun arti dari sifat Wahdaniah di dalam Dzat adalah tidak adanya banyak sifat. Oleh karena itu, Allah Ta’ala tidak mempunyai dua sifat, baik sebutan ataupun makna. Baca Juga Qiyamuhu Binafsihi Artinya Jelasnya, bahwa Allah Ta’ala tidak memiliki dua sifat dan seterusnya dari jenis yang satu, seperti dua sifat Qudrat atau dua sifat Ilmu dan sebagainya. Karena tidak terdapatnya bilangan didalam sifat, maka dikatakan ”Kam Muttashil” di dalam sifat-Nya. Dan tidak adanya perkara yang menyamai di dalam sifat, yaitu tidak adanya segala sifat bagi mahluk yang menyerupai pada sifat Allah Ta’ala dan sebaliknya, maka dikatakan ”Kam Munfashil” di dalam sifat-Nya. Sedang makna Wahdaniah di dalam perbuatan af’al adalah, bahwa tidak ada satupun perbuatan mahluk yang sama dengan Allah Ta’ala. Oleh karena itu, hal tersebut dikatakan ”Kam Muttashil” di dalam perbuatan. Dan apabila dicontohkan dengan berbagai af’al, maka hal itu sangat jelas, Bahkan tidak sah tidak mungkin meniadakan sejumlah perbuatan, karena af’al Allah Ta’ala banyak sekali seperti; menciptakan mahluk, memberi rezeki, menghidupkan, mematikan dan lain sebagainya. Dan apabila dicontohkan dengan sekutu Allah Ta’ala, maka sekutu itupun akan tertolak oleh sifat Wahdaniah Allah Ta’ala dalam af ”al-Nya. Jadi, Allah Ta’ala adalah Esa di dalam menjadikan dan menciptakan yang tak pernah ada sebelumnya. Dia yang menciptakan mahluk dan segala perbuatan mereka sekaligus menentukan rezeki dan ajalnya. Ringkasnya, bahwa sifat Wahdaniah yang ada pada Dzat Allah Ta’ala sifat dan af’al yang Esa dapat menolak pada ”Kam” yang lima, yaitu Baca Juga mukhalafatu lil hawaditsi artinya Kam muttashil di dalam Dzat, ialah tersusunnya Allah Ta’ala dari beberapa bagian. Kam munfashil di dalam Dzat, ialah bilangan yang sekiranya terdapat tuhan kedua dan seterusnya. Dua Kam, yakni point 1 dan 2 tertolak oleh sifat tunggal Dzat. Kam muttashil di dalam sifat, ialah bilangan bagi sifat Allah Ta’ala dalam satu jenis, seperti sifat hidrat dan sebagainya. Kam munfashil di dalam sifat, ialah bila selain Allah Ta’ala mempunyai sifat yang menyerupai sifat Allah Ta’ala. Seperti bagi Zaid mempunyai sifat kuasa derat, di mana dengan sifat ini ia bisa mewujudkan atau1 meniadakan sesuatu. Dan sifat-sifat yang lain seperti lradat dan ilmu. Ke dua ”Kam” inipun tertolak oleh sebab tunggalnya Allah Ta’ala di dalam sifat. Kam munfashil dalam perbuatan, ialah apa yang dinisbatkan kepada selain Allah Ta’ala dengan jalan mencari dan memilih atau bekerja dan berusaha. Dan ”Kam” inipun tertolak oleh sifat tunggal Allah Ta’ala di dalam af’al. Adapun lawannya adalah bilangan yang dalil sifat Wabdaniahnya berada di dalam Dzat tidak adanya bilangan yang bertemu dalam Dzat tersebut yaitu dalil sifat Mukhalafatu lil hawadisi yang telah diuraikan di atas. Adapun dalil Wahdaniab di dalam sifat, di mana tidak adanya bilangan yang bertemu dengan sifat tersebut mustahil ditentukan oleh angan-angan maupun ucapan. Sedangkan dalil Wahdaniyah dalam arti tidak adanya yang menyamai Allah Ta’ala di dalam Dzat dan sifat-Nya, ialah apabila keberadaan Allah Ta’ala itu berbilang, niscaya tidak akan pernah ada mahluk. Akan tetapi, tidak adanya mahluk juga batal karena telah terwujud kenyataan keberadaan manusia saat ini. Karenanya, pernyataan yang mengatakan bahwa Allah Ta’ala itu berbilang adalah batal. Dan apabila berbilangnya Allah Ta’ala batal, maka jelaslah Allah Ta’ala bersifat tunggal. Sudah dapat dipastikan bahwa banyaknya Tuhan akan mengakibatkan hancurnya alam ini tidak mungkin terbentuk. Karena, adakalanya keduanya bersepakat dan adakalanya berselisih. Apabila keduanya bersepakat, maka tidak mungkin keduanya bisa mewujudkan alam ini secara bersamaan dan agar tidak terjadi perpaduan dua reaksi pada satu titik sasaran. Baca Juga Al Muhshii Artinya Dan tidak pula dapat keduanya mewujudkan alam ini dengan cara bergantian, salah satunya lebih dahulu mewujudkan alam, kemudian disusul yang lainnya. Tidak mungkin keduanya bersekutu di dalam mewujudkan alam, dengan cara yang mendapat bagian setengah dan yang lain sebagian sisanya. Dengan diadakannya persekutuan, sudah tampak kelemahan masing-masing. Sebab, ketika salah satunya menggantungkan kekuasaan di dalam mewujudkan sebagian alam, maka akan menutup jalan Tuhan lain di dalam menggantungkan kekuasaannya untuk mewujudkan sebagian alam sisanya Tuhan yang lain pun tidak mampu menentangnya dan hal ini merupakan kelemahan. Inilah yang dinamakan dalil saling tolak-menolak, karena di dalamnya terdapat dua Tuhan yang saling bertentangan dalam melaksanakan satu pekerjaan. Apabila keduanya bertentangan dengan cara salah satunya ingin mewujudkan sesuatu dari alam, sedangkan yang lain tidak menginginkannya, maka tidaklah mungkin dapat tercapai kehendak keduanya. Sebab, hal ini nantinya akan terjadi perpaduan antara dua Tuhan yang saling bertempur dan tidak mungkin keinginan mereka akan samasama terpenuhi, karena sudah jelas kelemahannya. Dan tidak mungkin yang satu dapat mencapai keinginannya, sedang yang lain tidak tercapai. Karena, pasti kelemahan Tuhan yang tidak tercapai maksudnya akan sama dengan yang lain, disebabkan adanya kesamaan di antara keduanya. Maka, dalil semacam ini dinamakan dengan dalil yang saling tarik-menarik, karena keduanya saling merintangi dan saling tentang-menentang. Adapun dalil sifat Wahdaniah di dalam af’al karena tidak adanya “Kam muttashil” di dalamnya tidak adanya persekutuan Tuhan yang lain dalam perbuatan dengan Allah Ta’ala, maka hal ini termasuk pula di dalam uraian yang telah tersebut pada dalil yang saling tolak-menolak. Baca Juga Al Hamid Artinya Sedangkan dalil sifat Wahdaniah di dalam af’al karena tidak adanya ”Kam munfashil” di dalam bahwasanya selain Allah Ta’ala mempunyai kesan pada perbuatan dan semua yang dilakukan oleh dirinya sendiri, maka dapat ditebak, bahwa kesan tersebut adalah memang watak yang dimiliki oleh selain Allah Ta’ala. Sudah barang tentu hal tersebut memberi tidak membutuhkan Allah Ta’ala. Mengapa tidak dibutuhkan, sedangkan Allah Ta’ala selalu dibutuhkan oleh mahluknya? Apabila anda mengira bahwa pada apa yang dapat memberi kesan itu di sebabkan adanya kekuatan yang dijadikan oleh Allah Ta’ala di dalamnya seperti dugaan kebanyakan orang mukmin yang masih awam, maka mereka akan meyakinkan beberapa sebab yang bersifat kebiasaan itu dapat memberi kesan dengan adanya kekuatan yang dijadikan Allah Ta’ala di dalam sebab itu. Apabila Allah Ta’ala mencabutnya, maka sebab-sebab tersebut tidak akan memberi kesan apa-apa. Seperti pemahaman orang awam, bahwasanya makan dapat memberi kesan wujudnya kenyang, minum dapat memberi kesan segar, api dapat memberi kesan terbakar, pisau dapat memberi kesan dalam memotong dengan sebab kekuatan yang dijadikan oleh Allah Ta’ala di dalam semuanya itu, maka prasangka awam ini pun batal juga. Dengan demikian, Allah Ta’ala di dalam mewujudkan perbuatan akan membutuhkan perantara. Akan tetapi, keadaan yang sebenarnya, secara mutlak Allah Ta’ala tidak membutuhkan bantuan kepada siapapun. Namun, orang yang mempunyai keyakinan tersebut tidaklah menjadi kafir. Hanya saja, ia masuk dalam kategori orang yang fasik keluar dan jalan yang haq serta kesalihan. Yang mendekati keyakinan orang awam adalah kaum mu’tazilah. Mereka meyakini bahwa seorang hamba dapat berbuat untuk dirinya apa-apa yang sifatnya ikhtiari, yaitu dengan kekuatan yang dijadikan oleh Allah Ta’ala kepadanya. Jadi, barangsiapa meyakinkan, bahwa sebab-sebab yang bersifat kebiasaan seperti; api, makanan, minuman, pisau dan lain-lain dapat memberi kesan kepada obyeknya seperti; kebakaran, kenyang, segar, putus, maka ia adalah kafir menurut Ijma’ ulama. Baca Juga Al Waliyy Artinya Atau meyakinkan kalau kesan yang diberikan itu disebabkan adanya kekuatan yang dijadikan Allah Ta’ala pada api, kenyang, segar, potongan dan lain-lain, maka di sini ada dua pendapat. Pendapat yang benar adalah dia tidak menjadi kafir, karena pengakuan mereka bahwa kekuasaan seorang hamba untuk menciptakan pekerjaan ini dari Allah Ta’ala. Hanya saja fasik dan termasuk dalam golongan ahli bid’ah. Yang sama dengan keyakinan tersebut adalah pendapat orangorang Mu’tazilah. Mereka mengatakan, bahwa seorang hamba dapat berkehendak sendiri dengan kekuatan yang dijadikan Allah Ta’ala kepadanya. Barangsiapa meyakini, bahwa yang memberi kesan adalah Allah Ta’ala dan Dia menjadikan sebab akibat yang saling menetapkan menurut akal. Sebagai suatu kepastian, maka begitu timbul sebab timbul pula akibat. Dengan kata lain, setiap ada reaksi pasti ada dampaknya dan yang mempunyai keyakinan seperti itu adalah bodoh. Barangsiapa mempunyai keyakinan, bahwa yang memberi akibat adalah Allah Ta’ala. Hanya saja, antara sebab dan akibat saling menetapkan menurut kebiasaan dari segi tidak adanya kepastian, maka orang yang mempunyai keyakinan seperti ini dinamakan mukmin yang selamat. Jika sekiranya Allah Ta’ala wajib mempunyai sifat Wahdaniah, maka akan mustahil Allah Ta’ala mempunyai sifat banyak lawan dari sifat Esa. Ketahuilah, bahwa pembahasan tentang sifat Wahdaniah adalah menupakan suatu pembahasan yang mulia dan indah. Karena itu, banyak sekali peringatan-peringatan didalam Al-Qu’an yang disini penulis tidak menyebutkannya. Adapun enam sifat yang diawali dari sifat Wujud dinamakan sifat “Nafsiah’, karena sifat-sifat ini tidak menunjukkan makna yang melebihi keadaan dzat. Dan lima sifat sesudahnya dinamakan sifat “Salbiah” karena menunjukkan Nafinya hal-hal yang tidak sesuai dengan Allah Ta’ala. Baca Juga Al Matin Artinya Menurut pendapat yang lebih sahih, sifat salbiab tidak terbatas, karena sifat kurang itupun tidak ada batasnya semuanya dirahasiakan oleh Allah Ta’ala. Dan yang lima tersebut merupakan pokok, karena yang lainnya tidak adanya isteri, anak dan pembantu bagi Allah Ta’ala akan kembali kepada lima sifat tersebut.[1]
J Sila lihat Q.S. 112:1, bermaksud: 'Katakan oleh mu ya Muhammad bahawa Dzat Allah Taala itu Esa.' Adalah Allah Swt. itu Esa pada Dzat; Esa pada Sifat; Esa pada Asma' dan juga Esa pada Af'aalNya. Malah, kita diperintahkan mengisbatkan dan menetapkan setetap-tetapnya, seyakin-yakinnya didalam pandangan dan penglihatan mata hati kita.

Para ulama’ membedakan antara sifat dzat dan sifat perbuatan Allah subhanahu wa ta’ala. Sifat dzat adalah sifat yang berdiri bersama dzat atau diturunkan dari makna yang berdiri bersama dzat seperti sifat Ilmu mengetahui dan Aalim Maha Mengetahui. Ilmu adalah salah satu sifat dari sifat – sifat dzat, demikian juga dengan Aalim adalah sifat yang diturunkan dari sifat Ilmu. Demikian halnya dengan sifat Qudroh Kuasa dan keberadaan-Nya yang Qaadiran Maha Kuasa, sifat Sama’ Mendengar dan keberadaan-Nya yang Samii’an Maha Mendengar, maka Dzat Allah ta’ala disifati dengan sifat Sama’ Mendengar dan Qudroh Kuasa dan Dia azza wa jalla Qaadirun Maha Kuasa dan Samii’un Maha Mendengar. Adapun sifat perbuatan Allah adalah sifat yang diturunkan dari ma’na di luar dzat, misalnya saja خالق-Khaaliq atau Yang Mencipta, sifat tersebut adalah sifat yang diturunkan dari الخلق-ciptaan. Al-khalqu adalah di luar dzat. Maka ketika kita katakan سمع الله pendengaran Allah, kita paham bahwa makna itu berdiri bersama dzat-Nya Allah azza wa jalla. Bila kita katakan خلق الله ciptaan Allah, kita paham bahwa makna itu di luar dzat Allah. Maka sifat خالق-khaaliq atau Yang Maha Pencipta adalah sifat perbuatan. Demikian pula dengan sifat رازق-raaziq atau Yang Maha Pemberi rezki adalah sifat yang diturunkan dari الرزق-ar-rizq atau rezki dan rizq itu adalah makna yang ada di luar dzat. Bila kita perhatikan juga bahwa الخلق dan الرزق yakni ciptaan dan rezki adalah salah satu dampak dari dampak – dampak sifat Qudroh kuasa dan Qudroh adalah sifat dzat. Wallahu alam bi as-shawab. Rujukan Syaikh Nuh Ali Salman al-Qudhah, Al-Mukhtashar al-Mufid fii Syarh Jauharat at-Tauhid.

Bahkanmembawa ayat kepada pengertian kedua (tawasul dengan dzat) itu lebih mendekati, sebab Allah dalam ayat ini memerintahkan taqwa dan mencari wasilah, sedang arti taqwa adalah mengerjakan perintah dan menjauhi larangan. Apabila kata "Ibtighoul wasilah" (mencari wasilah) kita artikan dengan amal-amal sholeh, berarti perintah dalam
Ilustrasi tauhid asma wa sifat. Foto PexelsBagi umat Muslim, tauhid merupakan dasar agama Islam yang paling utama dan penting untuk dipelajari. Ilmu tauhid sendiri terbagi menjadi tiga macam, yakni tauhid asma wa sifat, rububiyah, dan buku Hakikat Ilmu Tauhid Menuju Sumber Kehidupan Abadi karya Abd. Rahman, tauhid berasal dari bahasa Arab yang berarti “menjadikan sesuatu menjadi satu”. Dalam konsep Islam, tauhid dapat dipahami sebagai keyakinan bahwa Allah SWT adalah Esa, Tunggal, atau Syaikh Muhammad Abduh, seorang ulama besar dan filsuf dari Mesir, tauhid adalah ilmu yang membahas tentang wujud Allah, sifat-sifat yang wajib tetap pada-Nya, sifat-sifat yang boleh pada-Nya, dan sifat-sifat yang mustahil apa yang dimaksud dengan tauhid asma wa sifat? Simak pengertian lengkap beserta dalilnya dalam Al-Quran berikut Tauhid Asma wa SifatIlustrasi pengertian tauhid asma wa sifat dan dalilnya dalam Al-Quran. Foto PexelsDirangkum dari buku Intisari Aqidah Ahlussunnah wal Jama’ah karya AA. Hamid al-Atsari, tauhid asma wa sifat adalah suatu keyakinan bahwa Allah SWT mempunyai Asmaul Husna nama-nama yang baik dan sifat-sifat yang ini mengimani semua sifat Allah yang sempurna dan suci dari segala kekurangan sebagaimana diterangkan dalam Al-Quran dan sunnah rasul-Nya. Tujuan tauhid asma wa sifat adalah mengetahui bahwa apa yang Allah SWT sifatkan untuk diri-Nya benar-benar ada dan buku Pengenalan Hakikat Kehidupan karya Iyas Al-Jakarti, tauhid asma wa sifat mencakup beberapa hal, yakni mengesakan Allah dalam kesempurnaan dzat, nama, sifat, dan DzatMengesakan Allah dalam kesempurnaan dzat-Nya berarti menetapkan Allah sebagai Tuhan yang satu, tidak beranak, tidak diperanakkan, serta tidak ada yang menyerupai dan setara dengan dzat-Nya. Perintah tauhid ini disampaikan langsung oleh Allah SWT dalam surat Al-Ikhlas ayat 1-4 yang berbunyi sebagai هُوَ اللّٰهُ اَحَدٌ‌اَللّٰهُ الصَّمَدُ‌لَمۡ يَلِدۡ ۙ وَلَمۡ يُوۡلَدۡوَلَمۡ يَكُنۡ لَّهٗ كُفُوًا اَحَدٌArtinya Katakanlah Muhammad, "Dialah Allah, Yang Maha Esa. Allah tempat meminta segala sesuatu. Allah tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. Dan tidak ada sesuatu yang setara dengan Dia." QS. Al-Ikhlas[112]1-42. Nama dan SifatMengesakan Allah dalam kesempurnaan nama dan sifat-Nya berarti menetapkan dan meyakini kebenaran dari seluruh nama-nama baik Asmaul Husna dan sifat-sifat sempurna yang dimiliki Allah SWT. Tauhid ini juga mengajarkan bahwa sifat murka, mengadzab, dan memberikan bencana kepada manusia adalah sifat Allah yang dilakukan dalam rangka kebaikan, bukan keburukan. Dalam Al-Quran surat Al-Hasyr ayat 24, Allah berfirmanهُوَ اللّٰهُ الْخَالِقُ الْبَارِئُ الْمُصَوِّرُ لَهُ الْاَسْمَاۤءُ الْحُسْنٰىۗ يُسَبِّحُ لَهٗ مَا فِى السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِۚ وَهُوَ الْعَزِيْزُ الْحَكِيْمُ ࣖArtinya “Dialah Allah Yang Menciptakan, Yang Mengadakan, Yang Membentuk Rupa, Dia memiliki nama-nama yang indah. Apa yang di langit dan di bumi bertasbih kepada-Nya. Dan Dialah Yang Mahaperkasa, Mahabijaksana.” QS. Al-Hasyr 243. KemampuanMengesakan Allah dalam kesempurnaan kemampuan-Nya berarti menetapkan Allah sebagai dzat yang Maha Mengetahui dan Maha Kuasa atas segala sesuatu. Dia mengetahui segala sesuatu yang telah, sedang, dan akan terjadi. Dia mampu berbuat segala sesuatu yang dikehendaki-Nya. Tidak ada yang terjadi kecuali atas kehendak dan ini juga mengimani bahwa Allah SWT mengizinkan setan dari golongan jin dan manusia untuk menyesatkan manusia dan menyakiti orang-orang beriman, serta mengizinkan segala kejahatan yang terjadi, sebagaimana firman-Nya dalam surat مُلْكُ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا ۗ يَخْلُقُ مَا يَشَاۤءُ ۗوَاللّٰهُ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌArtinya “... Dan milik Allah-lah kerajaan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya. Dia menciptakan apa yang Dia Kehendaki. Dan Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.” QS. Al-Maidah17Apa yang dimaksud dengan tauhid?Apa saja macam-macam tauhid?Apa dalil tauhid asma wa sifat?

Maksudnya Allah itu mengetahui segala sesuatu. Baik secara dzahir dan bathin. Ia mengetahui bilangan butir-butir pasir, bilangan tetesan hujan, daun-daun pepohonan. Ia mengetahui yang tersembunyi dan yang samar. Pengetahuan Allah tidak diperoleh dari usaha. Lawan dari sifat ini adalah jahlun (جَهْلٌ), artinya bodoh. Hayat (حَيَاةٌ), artinya hidup.

Merupakansifat yang hanya berhubungan dengan Dzat Allah. Yaitu, sifat Wujud. atau ada. Dalilnya terdapat pada (QS. as-Sajadah [32]: 4) Sifat Salbiyah. Pengertian Sifat Jaiz Allah. Adalah sifat yang mungkin . ada atau tidak ada. pada Allah. Dalam kalimat lain, sifat jaiz adalah sifat yang bisa melekat dan bisa pula tidak melekat pada Allah.

Artinya Allah sebagai Dzat yang menciptakan alam beserta isinya ini tetap ada, kekal, dan tidak berubah. Seperti dijelaskan dalam Alquran surat Al Qasas ayat 88, yang berbunyi: ADVERTISEMENT وَلَا تَدْعُ مَعَ اللّٰهِ اِلٰهًا اٰخَرَۘ لَآ اِلٰهَ اِلَّا هُوَۗ كُلُّ شَيْءٍ هَالِكٌ اِلَّا وَجْهَهٗ ۗ لَهُ الْحُكْمُ وَاِلَيْهِ تُرْجَعُوْنَ ࣖ

Dengandemikian, Allah SWT tetap bersifat kudrat (kuasa) dan mustahil bersifat 'ajzu (lemah). "Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu" . (QS. Al-Baqarah :20) Sungguh tidak patut manusia bersifat sombong dengan kekuasaan yang kita miliki kerana sebesar apapun kita rasa kuasa kita, Allah SWT pasti lebih kuasa.

BacaanDoa Setelah Shalat FaRdhu. Hai orang-orang yang beriman, berzdikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya diwaktu pagi dan petang. Dialah yang memberi rahmat kepadamu dan malaikat-Nya (memohonkan ampunan untukmu), supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya (yang terang). PengertianTaawun Contoh Beserta Dalilnya 07/31/2019 04/29/2019 by Hafizi Azmi Secara bahasa arti taawun adalah saling menolong mengandung pengertian agar sesama manusia saling tolongmenolong dalam hal kebaikan dan tidak diperbolehkan ta'awun untuk kejahatan Agama islam mengajarkan sesama umat manusia untuk saling tolongmenolong. 1qQ2hm.